Jumlah pengunjung

Senyum Indah Mereka Adalah Anugerah

Rumah Belajar Pandawa, Rumah Bagi Mereka Yang Tidak Punya Rumah dan Tempat Belajar Bagi Mereka Yang Tak Sanggup Sekolah.

This is default featured slide 2 title

Rumah Belajar Pandawa, Rumah Bagi Mereka Yang Tidak Punya Rumah dan Tempat Belajar Bagi Mereka Yang Tak Sanggup Sekolah.

Mengabdi Pada Masyarakat

Rumah Belajar Pandawa, Rumah Bagi Mereka Yang Tidak Punya Rumah dan Tempat Belajar Bagi Mereka Yang Tak Sanggup Sekolah.

This is default featured slide 4 title

Rumah Belajar Pandawa, Rumah Bagi Mereka Yang Tidak Punya Rumah dan Tempat Belajar Bagi Mereka Yang Tak Sanggup Sekolah.

Mari Bergabung Bersama Kami

Rumah Belajar Pandawa, Rumah Bagi Mereka Yang Tidak Punya Rumah dan Tempat Belajar Bagi Mereka Yang Tak Sanggup Sekolah.

Selamat Datang di BLOG RUMAH BELAJAR PANDAWA

Sabtu, 17 Maret 2012

Character Education



Proses Pembentukan Karakter Pada Anak

Karakter tidak dapat dibentuk dengan cara mudah dan murah. Dengan mengalami ujian dan penderitaan jiwa karakter dikuatkan, visi dijernihkan, dan sukses diraih ~ Helen Keller

Suatu hari seorang anak laki-laki sedang memperhatikan sebuah kepompong, eh ternyata di dalamnya ada kupu-kupu yang sedang berjuang untuk melepaskan diri dari dalam kepompong. Kelihatannya begitu sulitnya, kemudian si anak laki-laki tersebut merasa kasihan pada kupu-kupu itu dan berpikir cara untuk membantu si kupu-kupu agar bisa keluar dengan mudah. Akhirnya si anak laki-laki tadi menemukan ide dan segera mengambil gunting dan membantu memotong kepompong agar kupu-kupu bisa segera keluar dr sana. Alangkah senang dan leganya si anak laki laki tersebut.Tetapi apa yang terjadi? Si kupu-kupu memang bisa keluar dari sana. Tetapi kupu-kupu tersebut tidak dapat terbang, hanya dapat merayap. Apa sebabnya?
Ternyata bagi seekor kupu-kupu yang sedang berjuang dari kepompongnya tersebut, yang mana pada saat dia mengerahkan seluruh tenaganya, ada suatu cairan didalam tubuhnya yang mengalir dengan kuat ke seluruh tubuhnya yang membuat sayapnya bisa mengembang sehingga ia dapat terbang, tetapi karena tidak ada lagi perjuangan tersebut maka sayapnya tidak dapat mengembang sehingga jadilah ia seekor kupu-kupu yang hanya dapat merayap.

Itulah potret singkat tentang pembentukan karakter, akan terasa jelas dengan memahami contoh kupu-kupu tersebut. Seringkali orangtua dan guru, lupa akan hal ini. Bisa saja mereka tidak mau repot, atau kasihan pada anak. Kadangkala Good Intention atau niat baik kita belum tentu menghasilkan sesuatu yang baik. Sama seperti pada saat kita mengajar anak kita. Kadangkala kita sering membantu mereka karena kasihan atau rasa sayang, tapi sebenarnya malah membuat mereka tidak mandiri. Membuat potensi dalam dirinya tidak berkembang. Memandulkan kreativitasnya, karena kita tidak tega melihat mereka mengalami kesulitan, yang sebenarnya jika mereka berhasil melewatinya justru menjadi kuat dan berkarakter.
Ada satu anekdot yang sering saya sampaikan pada rekan saya, ataupun peserta seminar. Enak mana makan mie instant dengan mie goreng seafood? Umumnya mereka yang suka mie pasti tahu jika mie goreng seafood jauh lebih enak dari mie goreng instant yang hanya bisa dimasak tidak kurang dari 3 menit. Apa yang membedakan enak atau tidaknya dari masakan mie tersebut? Prosesnya!

Sama halnya bagi pembentukan karakter seorang anak, memang butuh waktu dan komitmen dari orangtua dan sekolah atau guru (jika memprioritaskan hal ini) untuk mendidik anak menjadi pribadi yang berkarakter. Butuh upaya, waktu dan cinta dari lingkungan yang merupakan tempat dia bertumbuh, cinta disini jangan disalah artikan memanjakan. Jika kita taat dengan proses ini maka dampaknya bukan ke anak kita, kepada kitapun berdampak positif, paling tidak karakter sabar, toleransi, mampu memahami masalah dari sudut pandang yang berbeda, disiplin dan memiliki integritas (ucapan dan tindakan sama) terpancar di diri kita sebagai orangtua ataupun guru. Hebatnya, proses ini mengerjakan pekerjaan baik bagi orangtua, guru dan anak jika kita komitmen pada proses pembentukan karakter.
Pada awal pembentukan karakter banyak orangtua dan guru bertanya tentang bagaimana mendisiplinkan anak. Ada 6 proses disiplin yang kami bagikan melalui ebook gratis 6 Cara Mendisiplinkan Anak, bagi anda yang belum memiliki ebook ini silahkan di download gratis disini.
Nah, apakah disiplin saja cukup? Bagaimana dengan proses membentuk karakter yang lain? Pada 1 Desember 2011 kemarin, kami menerbitkan ebook 7 Hari Membentuk Karakter Anak. Di ebook ini akan diungkap hal-hal yang sangat jarang diketahui oleh para orangtua dan guru, tentang bagaimana mendidik anak agar tumbuh bahagia dan berkarakter. Disamping itu bukan hanya anak tetapi ebook ini juga memberikan pengarahan bagi orangtua dan guru agar sadar membentuk karakter mereka secara mandiri.

Kembali ke pembentukan karakter, ingat segala sesuatu butuh proses. Mau jadi jelek pun butuh proses. Anak yang nakal itu juga anak yang disiplin lho. Tidak percaya? Dia disiplin untuk bersikap nakal. Dia tidak mau mandi tepat waktu, bangun pagi selalu telat, selalu konsisten untuk tidak mengerjakan tugas dan wajib tidak menggunakan seragam lengkap.
Ada satu kunci untuk menanamkan kebiasaan, ada hukumnya dan hukum itu bernama hukum 21 hari, dalam pembentukan karakter erat kaitannya dengan menciptakan kebiasaan yang baru yang positif. Dan kebiasaan akan tertanam kuat dalam pikiran manusia setelah diulang setiap hari selama 21 hari. Misalnya Anda biasakan anak sehabis bangun tidur untuk membersihkan tempat tidurnya, mungkin Anda akan selalu mengingatkan dan mengawasi dengan kasih sayang (wajib, dengan kasih sayang) selama 21 hari. Tetapi setelah lewat 21 hari maka kebiasaan itu akan terbentuk dengan otomatis. Nah, kini kebiasaan positif apa yang hendak anda tanamkan kepada anak, pasangan dan diri Anda? Anda sudah tahu caranya dan tinggal melakukan saja. Sukses dalam karakter yang terus diperbarui.
http://www.pendidikankarakter.com/proses-pembentukan-karakter-pada-anak

Karakter Anak Bermasalah

“Mungkinkah mengetahui dan memastikan apakah seorang anak itu bermasalah, dalam waktu 5-10 menit pertama saat kita bertemu dengannya?” Jawabannya adalah “mungkin” dan “pasti”. Pertanyaan yang sering saya ajukan kepada peserta seminar ataupun para orangtua yang sedang bersemangat belajar dan mencecar saya dengan berbagai pertanyaan seputar anaknya.
Rahasia tersebut akan saya bahas sekarang, rahasia yang sering saya gunakan untuk menganalisa seorang anak. Apakah dia bermasalah, bahkan setelah mempelajarinya dengan seksama kita mampu meramal masa depan seorang anak. Wow, tenang ini bukan obral janji, tapi ini pasti. Dari hasil menangani berbagai kasus keluarga dan individu maka terbentuklah suatu pola yang akurat ditiap individu. Kebanyakan klien saya jika memiliki masalah, kebanyakan masalah tersebut  dan sebagian besar masalah itu berasal dari 2 hal. Ini juga rahasia (Rahasia dari ruang terapi saya), tapi akan saya bongkar habis.
Baiklah 2 hal tersebut berasal dari :
  • Keluarga (keluarga yang membentuk masalah tersebut secara tidak sengaja).
  • Masalah tersebut berasal dari usia 7 tahun kebawah.

Keluarga, adalah faktor penting dalam pendidikan seorang anak. Karakter seorang anak berasal dari keluarga. Dimana sebagian sampai usia 18 tahun anak-anak diIndonesia menghabiskan waktunya 60-80 % bersama keluarga. Manusia berbeda dengan binatang (maaf..) seekor anak kucing yang baru lahir, bisa hidup jika dipisahkan dari induknya, dan banyak binatang yang lain yang memiliki kemampuan serupa. Manusia tidak bisa, sampai usia 18 tahun masih membutuhkan orangtua dan kehangatan dalam keluarga. Sukses seorang manusia tidak lepas dari “kehangatan dalam keluarga”. Akan sangat banyak hal yang akan dikupas dari tiap tahun kehidupan manusia dan kebutuhannya serta cara memenuhi kebutuhan tersebut, terutama aspek emosi. Saya tidak akan meneruskannya, kita akan bahas dikesempatan lainnya, kini kita kembali ke cara mengetahui ciri anak bermasalah.
Usia 7 tahun kebawah? Ada apa pada usia ini? Pada masa ini kebanyakan (85%) letak masalah atau asal muasal masalah / hambatan seorang manusia tercipta. Istilah kerennya Mental Block. Karakter yang menghabat pencapaian cita-cita pribadi kita. Dan biasanya akan terasa pada usia 22 tahun ke atas. Woo… segitunya? Ya Mental Block seperti program yang seakan-akan dipersiapkan (karena ketidak sengajaan dan ketidak tahuan orangtua kita) untuk menghambat berbagai macam aspek dalam kehidupan kita. Aspek itu bisa berupa Karier (takut kaya, takut jabatan tinggi) kesehatan (tubuh gemuk, alergi) Relationship (tidak gampang cocok dengan pasangan/teman, paranoid) dan lain hal, serta masih banyak lagi.
Ada apa dengan 7 tahun kebawah dan disekitar 7 tahun pertama kehidupan manusia? Baiklah saya jelaskan, pada masa ini kita membutuhkan, kebutuhan dasar Emosi yang harus terpenuhi ingat HARUS terpenuhi. Jika pada masa ini lewat dan tidak terpenuhi  maka, akan terjadi Mental Block pada diri anak tersebut. Inilah asal muasal dimana Mental Block terbentuk. Karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar Emosi yang dibutuhkan seorang manusia. Kebutuhan apa yang dibutuhkan pada anak seusia itu? Sehingga fatal akibatnya (pada masa dewasa anak tersebut) jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi

Ada 3 kebutuhan yang harus dipenuhi pada anak usia 0 – 7 tahun bahkan lebih, cara ini adalah kunci dalam pendidikan karakter, agar karakter anak kita bisa tumbuh dan berkembang maksimal. Disamping itu ketiga hal inilah asal muasal Mental Block yang sering kali terjadi atau terasa sangat menganggu pada saat anak tersebut dewasa. Yaitu :

1. Kebutuhan akan rasa aman
2. Kebutuhan untuk mengontrol
3. Kebutuhan untuk diterima
3 kebutuhan dasar emosi tersebut harus terpenuhi agar anak kita menjadi pribadi yang handal dan memiliki karakter yang kuat menghadapi hidup. Ini akan sangat panjang sekali jika dijelaskan, nah mengingat kita membahas ciri – ciri karakter anak bermasalah maka kita akan kembali ke topic tersebut.

Sebenarnya ada 6 ciri karakter anak yang bermasalah, cukup kita melihat dari perilakunya yang nampak maka, kita sudah dapat melakukan deteksi dini terhadap “musibah besar” dikehidupan yang akan datang (baca: semakin dewasa) dan secepatnnya dapat melakukan perbaikan.
Inilah ciri-ciri karakter tersebut :
1. Susah diatur dan diajak kerja sama
Hal yang paling Nampak adalah anak akan membangkang, akan semaunya sendiri, mulai mengatur tidak mau ini dan itu. pada fase ini anak sangat ingin memegang kontrol. Mulai ada “pemberontakan” dari dalam dirinya. Hal yang dapat kita lakukan adalah memahaminya dan kita sebaiknya menanggapinya dengan kondisi emosi yang tenang.
Ingat akan kebutuhan dasar manusia? Tiga hal diatas yang telah saya sebutkan, nah kebutuhan itu sedang dialami anak. Kita hanya bisa mengarahkan dan mengawasi dengan seksama.
2. Kurang terbuka pada pada Orang Tua
Saat orang tua bertanya “Gimana sekolahnya?” anak menjawab “biasa saja”, menjawab dengan malas, namun anehnya pada temannya dia begitu terbuka. Aneh bukan? Ini adalah ciri ke 2, nah pada saat ini dapat dikatakan figure orangtua tergantikan dengan pihak lain (teman ataupun ketua gang, pacar, dll). Saat ini terjadi kita sebagai orangtua hendaknya mawas diri dan mulai menganti pendekatan kita.
3. Menanggapi negatif
Saat anak mulai sering berkomentar “Biarin aja dia memang jelek kok”, tanda harga diri anak yang terluka. Harga diri yang rendah, salah satu cara untuk naik ke tempat yang lebih tinggi adalah mencari pijakan, sama saat harga diri kita rendah maka cara paling mudah untuk menaikkan harga diri kita adalah dengan mencela orang lain. Dan anak pun sudah terlatih melakukan itu, berhati-hatilah terhadap hal ini. Harga diri adalah kunci sukses di masa depan anak.
4. Menarik diri
Saat anak terbiasa dan sering Menyendiri, asyik dengan duniannya sendiri, dia tidak ingin orang lain tahu tentang dirinya (menarik diri). Pada kondisi ini kita sebagai orangtua sebaiknya segera melakukan upaya pendekatan yang berbeda. Setiap manusia ingin dimengerti, bagaimana cara mengerti kondisi seorang anak? Kembali ke 3 hal yang telah saya jelaskan. Pada kondisi ini biasanya anak merasa ingin diterima apa adanya, dimengerti – semengertinya dan sedalam-dalamnya.
5. Menolak kenyataan
Pernah mendengar quote seperti “Aku ini bukan orang pintar, aku ini bodoh”, “Aku ngga bisa, aku ini tolol”. Ini hampir sama dengan nomor 4, yaitu kasus harga diri. Dan biasanya kasus ini (menolak kenyataan) berasal dari proses disiplin yang salah. Contoh: “masak gitu aja nga bisa sih, kan mama da kasih contoh berulang-ulang”.
6. Menjadi pelawak
Suatu kejadian disekolah ketika teman-temannya tertawa karena ulahnya dan anak tersebut merasa senang. Jika ini sesekali mungkin tidak masalah, tetapi jika berulang-ulang dia tidak mau kembali ke tempat duduk dan mencari-cari kesempatan untuk mencari pengakuan dan penerimaan dari teman-temannya maka kita sebagai orang tua harap waspada. Karena anak tersebut tidak mendapatkan rasa diterima dirumah, kemanakah orangtua?

Kamis, 15 Maret 2012

Nilai ESQ Anak-anak



  1. Mengintegrasikan pendidikan ESQ ke semua materi pembelajaran termasuk pelajaran sains, sehingga tidak berpusat pada aspek kognitif saja.  Misalnya, penanaman motivasi untuk melestarikan bumi atau hikmah penciptaan semesta melalui pelajaran Biologi.
  2. Perubahan paradigma “Siswa Teladan”. Jika selama ini pemilihan siswa teladan berangkat pada penilaian cognitive-based competition semata, sudah saatnya paradigma itu dihapuskan. Siswa teladan bukan saja siswa yang berprestasi dalam hal “juara kelas” dan semisalnya, akan tetapi, siswa yang berkarakter mandiri, taqwa, peka sosial, seharusnya mendapat apresiasi dan penilaian lebih.
  3. Pembenahan lingkungan belajar. Lingkungan yang sehat bukan saja memberikan stimulasi positif bagi proses transfer pengetahuan, tetapi juga memudahkan optimalisasi nilai-nilai luhur dalam lingkup pendidikan. Lingkungan sehat dapat dibentuk melalui budaya yang sehat pula. Seperti budaya sekolah anti-rokok, terlebih dahulu dimulai dari guru dan karyawan sebagai sosok teladan, lalu diikuti oleh semua unsur-unsur akademik.
  4. Mengembalikan fungsi fasilitas ibadah di lingkup akademik. Musallah sekolah misalnya, dihidupkan kembali dengan budaya shalat berjamaah oleh segenap masyarakat sekolah, sehingga pelajaran agama tidak sekedar bernilai teoritis.
  5. Apresiasi pemerintah terhadap setiap jenjang pendidikan yang berhasil menerapkan pendidikan berbasis kecerdasan komprehensif ini dengan memberikan penghargaan, hingga bantuan beasiswa bagi guru yang ingin meningkatkan kualitas akademiknya.


Kamis, 08 Maret 2012

Masih Adakah Pendidikan untuk si Miskin



Mulai dari biaya pendaftaran, biaya map, biaya formulir, biaya pendaftaran ulang, “sumbangan” pembangunan sekolah, pembayaran SPP, pembayaran Komite Sekolah, biaya seragam, biaya buku paket, biaya orientasi siswa, beli sepatu baru, beli alat tulis menulis, serta berbagai mata anggaran lainnya. Anggaran tersebut baru untuk satu orang anak. Dapat dibayangkan jika dalam satu keluarga mempunyai lebih dari satu orang anak yang sekolah, Berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh orang tua?

Pendidikan sebagai Investasi?

Prinsip pendidikan sebagai investasi merupakan landasan bagi orang tua siswa untuk membiayai pendidikan anaknya. Layaknya seorang pengusaha dalam kepemilikan saham di suatu perusahaan, semakin besar dana yang diinvestasikan, maka semakin besar pula keuntungan bagi hasil  yang akan didapatkan. Prinsip inilah yang selalu didengung-dengungkan oleh pemerintah dengan melakukan privatisasi lembaga pendidikan yang berujung pada swastanisasi.

Prinsip pengusaha juga telah menggerogoti sebagian atau mungkin semua orang tua siswa. Logikanya adalah semakin mahal biaya pendidikan yang diinvestasikan, maka kemungkinan semakin besar pula hasil yang didapatkan. Meskipun harus menggadaikan emas, mobil, sawah, kebun, rumah, atau bahkan sampai meminjam uang di bank atau tetangga. Pertanyaannya kemudian, apakah prinsip investasi pengusaha selalu dapat dikontekskan sama dalam dunia pendidikan? Dan apakah sekolah mahal selalu lebih baik dari sekolah murah?

Jika prinsip pengusaha tersebut berlaku untuk dunia pendidikan, lalu bagaimana dengan Si Miskin? Apakah Si Miskin masih mempunyai cukup uang untuk menginvestasikan uangnya untuk pendidikan? Sedangkan untuk isi perut saja harus “dijamak” dua kali bahkan mungkin hanya sekali sehari! Mereka juga tak memiliki  harta untuk digadaikan serta jaminan pinjaman uang ke tetangga apalagi ke bank. Atau memang Si Miskin tidak berhak untuk sekolah dan mencicipi pendidikan? Lalu siapa yang harus bertanggung jawab?

Tanggung Jawab Pemerintah!

Realitas di atas tidak terlepas dari jeratan ekonomi neoliberal sebagai konsekuensi globalisasi ekonomi yang berorientasi ekonomi pasar (market-driven economy). Salah satu implementasi dari sistem ekonomi neoliberal adalah dengan melakukan pencabutan subsidi di berbagai sektor kehidupan sosial, termasuk subsidi pendidikan dan subsidi BBM. Maka terjadilah privatisasi pendidikan yang dibungkus oleh kebijakan otonomi perguruan tinggi maupun otonomi sekolah.

Terbatasnya anggaran pendidikan yang dikucurkan oleh pemerintah “memaksa” pihak sekolah untuk mencari sumber pundi-pundi keuangan sekolah demi keberlangsungan sekolah. Maka sumber yang paling mudah dan paling cepat untuk mendatangkan devisa bagi sekolah adalah orang tua siswa. Dibentuklah perkumpulan orang tua siswa sebagai representasi seluruh orang tua siswa/mahasiswa untuk memecahkan problem keuangan sekolah/perguruan tinggi secara bersama-sama, antara pihak sekolah dan orang tua siswa.

Orang tua siswa sebagai objek untuk dieksploitasi harus membayar mahal biaya pendidikan di sekolah, sekalipun itu berstatus sekolah negeri. Bagi orang tua siswa dengan tingkat ekonomi level menengah ke atas, biaya mahal bukan menjadi masalah besar. Karena prinsip orang tua adalah biaya mahal itu adalah investasi masa depan untuk anaknya.

Lalu, dimana posisi siswa yang orang tuanya miskin? Modal kecerdasan intelektual tidak menjamin Si Miskin itu mencicipi pendidikan. Realitas tersebut bertolak belakang dengan UU Sisdiknas No.20 tahun 2003. Pada pasal (4) disebutkan bahwa Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Bahkan Pasal (5) menyatakan “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”.

Orang tua siswa Si Miskin juga tidak luput dari objek eksploitasi. namun bukan uangnya yang dieksploitasi, melainkan pemikirannya. Hampir di setiap momen kampanye pemilihan bupati, walikota, gubernur, anggota DPR, hingga presiden, pemikiran mereka dicekoki dengan iming-iming pendidikan gratis atau paling tidak pendidikan murah. Jargon pendidikan seolah menjadi komoditi utama yang laku untuk dijual pada saat kampanye politik. Namun setelah Pilkada/Pemilu, Si Miskin tetap saja tidak sekolah, dan orang tua siswa masih harus merogoh kocek untuk pendidikan anaknya.

Padahal siapapun yang terpilih di Pilkada/Pemilu, pendidikan memang harus menjadi prioritas sesuai amanat konstitusi. Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 dengan tegas menyatakan “Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya”. Pendidikan dasar yang dimaksud adalah pendidikan Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sederajat.

Kamis, 01 Maret 2012

This determination is not just rhetoric

Tidak banyak yang tahu jika Rumah Belajar Pandawa bermula dari imajinasi lima pemuda tentang bagaimana berperan dalam mendidik generasi bangsa. Padahal saat itu mereka masih berstatus sebagai mahasiswa yang disibukan oleh beragam tugas kuliah dan organisasi.
Saat itu pula pandawa disepakati sebagai nama rumah belajar yang kini di bina oleh Prof. Dr. H. Nur Syam Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya, Dr. Fatmah Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhamadiyah Surabaya, Siti Rumilah, M.Pd Dosen Bahasa dan Sastra alumnus UNESA, K. H. Sam'un M.Ag dan Dr. Abd. Halim M.Ag dari Lembaga Pengembangan Dan Penelitian Masyarakat .
 Selain terinspirasi dari tokoh pewayangan yang terdiri dari lima kastria, Pandawa juga dimaksudkan sebagai akronim dari “Papan Pendidikan Kawula”. Maknanya adalah sebagai wadah dimana terjadi proses memberi dan menerima ilmu bagi seluruh masyarakat.
Tahap untuk memilih subyek dan lokasi awal bagi peserta pendidikan bukan suatu hal yang mudah. Tersebarnya kantong-kantong kemiskian pada daerah padat penduduk, di wilayah perkotaan. Membuat Pandawa menetapkan skala proritas untuk konsentrasi awal.
Maka daerah kumuh dengan keterbelakangan ekonomi, sosial dan moral menjadi tujuan utama. Sehingga di pilihlah kampung Lumumba Dalam RT 01 RW 01 Gang Buntu Kelurahan Ngagel Kecamatan Wonokromo Surabaya, sebagai lokasi babad awal menancapkan obor pendidikan.
Kini Rumah Belajar Pandawa yang merupakan lembaga non profit  yang dipimpin Prabu Ali Airlangga SHI dan di wakili Awan Swarga SEI, telah bergeliyat dengan belasan relawan pengajar dan puluhan peserta didik. Mereka rela bertahan di lokasi pemukiman padat penduduk dengan  kondisi sosialnya minus, karena merupakan tempat prostitusi illegal, pusat pemulung dan pengamen jalanan.
Alhasil, berbagai program berupa Taman Pendidikan Rohani, Bimbingan Belajar Terpadu, Beladiri, Olahraga dan Pendidikan Seni telah berjalan sukses. Bahkan selain peningkatan prestasi akademik, tiga anak didik Pandawa berhasil memborong prestasi sebagai juara Deklamasi Puisi Se-Jawa Timur pada Hari Anak Nasional 2011 lalu. Hal itu setidaknya mempu menjadi penyemangat dalam upaya perbaikan karakter dan moral demi memutus mata rantai kesakitan mental.