Jumlah pengunjung

Senyum Indah Mereka Adalah Anugerah

Rumah Belajar Pandawa, Rumah Bagi Mereka Yang Tidak Punya Rumah dan Tempat Belajar Bagi Mereka Yang Tak Sanggup Sekolah.

This is default featured slide 2 title

Rumah Belajar Pandawa, Rumah Bagi Mereka Yang Tidak Punya Rumah dan Tempat Belajar Bagi Mereka Yang Tak Sanggup Sekolah.

Mengabdi Pada Masyarakat

Rumah Belajar Pandawa, Rumah Bagi Mereka Yang Tidak Punya Rumah dan Tempat Belajar Bagi Mereka Yang Tak Sanggup Sekolah.

This is default featured slide 4 title

Rumah Belajar Pandawa, Rumah Bagi Mereka Yang Tidak Punya Rumah dan Tempat Belajar Bagi Mereka Yang Tak Sanggup Sekolah.

Mari Bergabung Bersama Kami

Rumah Belajar Pandawa, Rumah Bagi Mereka Yang Tidak Punya Rumah dan Tempat Belajar Bagi Mereka Yang Tak Sanggup Sekolah.

Selamat Datang di BLOG RUMAH BELAJAR PANDAWA

Minggu, 02 Februari 2014

Memahami Makna Kecerdasan Anak*


*Oleh : Prabu Ali Airlangga SHI, MH
(Direktur Rumah Belajar Pandawa)

Sebagai orangtua mereka mempunyai kesadaran bahwa anak adalah sebuah amanah yang dititipkan Tuhan untuk dijaga, dididik dan dirawat dengan baik. Oleh sebab itu, orang tua hendaknya memperhatikan dengan sungguh-sungguh atas kecerdasan yang dimiliki oleh buah hatinya.
Ada tiga hal yang menjadi prioritas dalam konsep pendidikan, sebagaimana yang dirumuskan Benyamin S. Bloom tentang kognitif, afektif dan psikomotor yang dikemas secara apik dalam program life skill.
Dr. Howard Gardner, peneliti dari Harvard, pencetus teori Multiple Intelligence mengajukan delapan jenis kecerdasan yang meliputi Cerdas Bahasa seperti cerdas dalam mengolah kata. Cerdas Gambar  yakni memiliki imajinasi tinggi. Cerdas Musik  meliputi peka terhadap suara dan irama. Cerdas Tubuh yakni trampil dalam mengolah tubuh dan gerak. Cerdas Matematika dan Logika adalah cerdas dalam sains dan berhitung. Cerdas Sosial meliputi kemampuan tinggi dalam membaca pikiran dan perasaan orang lain, Cerdas Diri merupakan sikap menyadari kekuatan dan kelemahan diri. Cerdas Alam  termasuk peka terhadap alam sekitar. Cerdas Spiritual maksudnya menyadari makna eksistensi diri dalam hubungannya dengan Pencipta alam semesta.
Delapan kecerdasan atau yang lebih dikenal istilah kecerdasan jamak  (multiple intelligences) ini merupakan pengembangan dari kecerdasan otak, emosional dan spiritual. Kecerdasan jamak atau majemuk pada saat ada yang menggolongkan dalam delapan jenis yaitu kecerdasan linguistik, logika-matematika, spasial, kinestetik tubuh, musikal, interpersonal, intrapersonal dan naturalis.
Oleh karena itu, saat buah hati kita sedang mengekspresikan bakat dan potensinya, kita sebagai orang tua bertanggung jawab untuk mengajarkan dan melatihkan bagaimana proses kecerdasan itu terbentuk dengan baik.
Selama ini, yang namanya “kecerdasan” senantiasa dikonotasikan dengan Kecerdasan Intelektual” atau yang lazim dikenal sebagai IQ saja (Intelligence Quotient). Namun pada saat ini, anggapan bahwa kecerdasan manusia hanya tertumpu pada dimensi intelektual saja sudah tidak berlaku lagi. Selain IQ, manusia juga masih memiliki dimensi kecerdasan lainnya, diantaranya yaitu  Kecerdasan Emosional atau EQ (Emotional Quotient) dan Kecerdasan Spiritual atau SQ (Spiritual Quotient).
Pada edisi ini, kami akan mengulas sebuah metode yang kami coba terapkan di Rumah Belajar Pandawa, metode pendekatan ESQ  Power. Pendidikan ESQ merupakan upaya pengembangan kepribadian anak. Kebutuhan pendidikan anak tidak sekedar menjejali dengan pengetahuan semata, tetapi juga aplikasi kemanfaatan bagi kehidupan yang bermakna dengan mengaktualisasikan potensi diri sebaik mungkin di tengah peradaban yang terus berkembang.
Hal ini merupakan tanggung jawab pendidik (orang tua dan pengajar) untuk mentransformasikan nilai-nilai kecerdasan emosional dan spiritual dengan pola asuh yang tepat sesuai tingkat kematangan anak dengan melalui pembiasaan, keteladanan dan penciptaan lingkungan yang kondusif sehingga menjadi manusia yang cerdas secara emosional (EQ) yaitu kecerdasan kalbu yang berkaitan dengan pengendalian nafsu-nafsu impulsif dan agresif dan cerdas spiritualnya (SQ), yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna dan nilai.
Mendidik dan mengajar sesungguhnya bermaksud untuk memberikan pengetahuan dan  kecakapan untuk hidup. Maka caranya tidak boleh keluar dari adat istiadat kehidupan. Mari kita belajar dari tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantoro, dari konsep pendidikan yang diajarkan di taman siswa, patutnya menjadi inspirasi bagi Rumah Belajar Pandawa.
Patut dipahami oleh kita semua, bahwa pola pendidikan pada generasi kita apakah masih menjadikan IQ (Intelligence Quotient) sebagai satu-satunya tolok ukur kecerdasan yang juga sering dijadikan parameter keberhasilan manusia. Semua orang tua berharap agar buah hatinya bisa berhasil, tidak hanya dengan nilai baik serta  mendapat juara namun dibarengin juga  dengan pola yang benar.
Tak ada artinya trophy kejuaraan berjejer di ruang tamu jika akhirnya tidak sukses hidup. Rata-rata mereka yang berhasil bukan yang bisa menulis halus dengan tata bahasa yang benar, tetapi  mereka yang berani menyampaikan gagasannya.  Mereka yang berhasil bukan yang IQ tinggi (otaknya jenius), tetapi  merekalah yang mempunyai kepribadian baik.
Mereka yang berhasil dibidang politik bukan doktor ilmu sosial politik, tetapi mereka yang  memiliki teman banyak dan jaringannya luas. Jika konsep IQ (Intelligence Quotient) dijadikan patokan keberhasilan manusia maka kami tidak sepakat dengan pendapat tersebut, sebab konsep tersebut  bisa digugurkan dengan konsep Kecerdasan Emosional atau EQ (Emotional Quotient) dan Kecerdasan Spiritual atau SQ (Spiritual Quotient).
Tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantoro (1908) mengemukakan tiga prinsip pembelajaran Ing Ngarso Sung Tulodo (jadi pemimpin-guru jadilah teladan bagi siswanya), Ing Madyo Mangun Karso (dalam pembelajaran membangun ide siswa dengan aktivitas sehingga kompetensi siswa terbentuk), Tut Wuri Handayani (jadilah fasilitator kegiatan siswa dalam mengembangkan life skill sehingga mereka menjadi pribadi mandiri).
Sebelum lebih jauh, patutnya kita memahami terlebih dahuli maksud dari ESQ (EMOSIONAL DAN SPIRITUAL QUOTION), yang pertama saya akan menguraikan tentang makna dari kecerdasan emosional.
Kecerdasan emosional telah diterima dan diakui kegunaannya. Studi-studi menunjukkan bahwa seorang eksekutif atau profesional yang secara teknik unggul dan memiliki EQ yang tinggi adalah orang-orang yang mampu mengatasi konflik, melihat kesenjangan yang perlu dijembatani atau diisi, melihat hubungan yang tersembunyi yang menjanjikan peluang, berinteraksi, penuh pertimbangan untuk menghasilkan yang lebih berharga, lebih siap, lebih cekatan, dan lebih cepat dibanding orang lain.
Istilah kecerdasan emosi pertama kali berasal dari konsep kecerdasan sosial yang dikemukakan oleh Thordike pada tahun 1920 dengan membagi 3 bidang kecerdasan yaitu kecerdasan abstrak (seperti kemampuan memahami dan memanipulasi simbol verbal dan matematika), kecerdasan konkrit seperti kemampuan memahami dan memanipulasi objek, dan kecerdasan sosial seperti kemampuan berhubungan dengan orang lain.
Dari penjabaran tersebut maka dapat kita pahami bahwa kecerdasan emosional yaitu kemampuan mengenali emosi diri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, kemampuan mengenali emosi orang lain dan kemampuan membina hubungan.
Kita sebagai orangtua sejauh mana membekali buah hati kita bisa mempunyai kepekaan atau membaca perasaan terdalam orang lain (empati), kemampuan untuk menyelesaikan konflik, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, semua hal tersebut dibutuhkan pengendalian diri, semangat, dan ketekunan.
Sedangkan dalam mengembangkan kecerdasan spiritual, kita sebagai orangtua dapat memulainya dari lingkungan keluarga, yakni dengan cara melatih anak-anak melakukan tugas hariannya dengan kesadaran dan dorongan motivasi dari dalam. Seorang anak diberi kasih sayang dan tidak perlu dimanjakan karena akan mengembangkan sifat mementingkan diri sendiri dan mengabaikan kebutuhan orang lain, kikir dan berpikiran sempit.
Sebagai orang tua, kita harus menciptakan suasana lingkungan keluarga penuh kasih dan pengalaman saling memaafkan. Anak perlu belajar untuk bisa menerima dan mendengarkan dengan baik, terhadap diri sendiri maupun orang lain. Adapun beberapa hal yang perlu kita perhatikan yaitu,
Pembiasaan. Misalnya membiasakan anak sejak kecil untuk bangun pagi, beribadah bersama, membaca buku-buku agama, berlaku sopan pada siapapun, berlaku jujur, perlu untuk dibiasakan. Anak-anak kita seyogyanya kita  sadarkan bahwa mereka kelak harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di hadapan Sang Pencipta. Dengan upaya tersebut, kiat sebagai orangtua sudah membekali nilai-nilai kecerdasan spiritual kepada anak.
Keteladanan. Keteladanan yang diberikan orang tua dan keluarga akan memberikan dampak yang baik pada diri pribadi anak. Tanpa keteladanan yang baik dari orang tua, pendidikan terhadap anak tidak akan berhasil dan nasehat-nasehat tidak akan membekas. Orang tua tidak dapat mengharapkan anak-anaknya berbuat keutamaan dan akhlak mulia kalau orang tua juga tidak berbuat demikian.
Ada kesan yang salah bahwa, para orang sukses bukanlah orang yang religius. Hal ini disebabkan pemberitaan tentang para koruptor, penipu, konglomerat rakus, yang memiliki kekayaan dengan jalan tidak halal. Karena orang-orang jahat ini 'tampak' kaya, maka sebagian publik mendapat gambaran bahwa orang kaya adalah orang jahat dan rakus, para penindas orang miskin. Sebenarnya sama saja, banyak orang miskin yang juga jahat dan rakus. Jahat dan rakus tidak ada hubungan dengan kaya atau miskin.
Para orang sukses sejati yaitu yang mendapatkan kekayaan dengan jalan halal dan berbagi terhadap sesama. Mereka menyumbangkan hartanya di jalan amal. Mereka mendirikan rumah sakit, panti asuhan, riset kanker, dan berbagai yayasan amal.
Kebanyakan dari mereka menghindari publikasi. Berbagai studi menunjukkan bahwa para orang sukses sejati menyumbangkan minimal 10 persen dari pendapatan kotor untuk kegiatan amal, bahkan saat dulu mereka masih miskin. Mereka menyadari bahwa kekayaan mereka hanyalah titipan dari Tuhan, 'silent partner' mereka.
Akhirnya melalui kecerdasan spiritual manusia mampu menciptakan makna untuk tujuan-tujuannya. Hasil dari kecerdasan aspirasi yang berupa cita-cita diberi makna oleh kecerdasan spiritual. Melalui kecerdasan spiritual pula manusia mampu tetap bahagia dalam perjalanan menuju teraihnya cita-cita.

Kunci bahagia adalah Kecerdasan Spiritual. Kecerdasan spiritual (SQ) berkaitan dengan masalah makna, motivasi, dan tujuan hidup sendiri. Jika IQ berperan memberi solusi intelektual-teknikal, EQ meratakan jalan membangun relasi sosial, SQ mempertanyakan apakah makna, tujuan,dan filsafat hidup seseorang.