Jumlah pengunjung

Senyum Indah Mereka Adalah Anugerah

Rumah Belajar Pandawa, Rumah Bagi Mereka Yang Tidak Punya Rumah dan Tempat Belajar Bagi Mereka Yang Tak Sanggup Sekolah.

This is default featured slide 2 title

Rumah Belajar Pandawa, Rumah Bagi Mereka Yang Tidak Punya Rumah dan Tempat Belajar Bagi Mereka Yang Tak Sanggup Sekolah.

Mengabdi Pada Masyarakat

Rumah Belajar Pandawa, Rumah Bagi Mereka Yang Tidak Punya Rumah dan Tempat Belajar Bagi Mereka Yang Tak Sanggup Sekolah.

This is default featured slide 4 title

Rumah Belajar Pandawa, Rumah Bagi Mereka Yang Tidak Punya Rumah dan Tempat Belajar Bagi Mereka Yang Tak Sanggup Sekolah.

Mari Bergabung Bersama Kami

Rumah Belajar Pandawa, Rumah Bagi Mereka Yang Tidak Punya Rumah dan Tempat Belajar Bagi Mereka Yang Tak Sanggup Sekolah.

Selamat Datang di BLOG RUMAH BELAJAR PANDAWA

Jumat, 26 September 2014

Abu Nawas Dan DBD

 Alkisah negeri tempat tinggal Abu nawas sedang dilanda penyakit aneh yang menimpa anak anak. Setiap anak kecil menderita demam tinggi dan dua minggu setelah itu muncul bintik bintik merah di sekujur tubuhnya. Banyak warga yang mengira bahwa kejadian ini disebabkan adanya dukun ilmu hitam yang sedang berlatih sihir. Baginda raja yang mengetahui kejadian ini lantas menurunkan puluhan tabib ternama, namun tak ada satupun yang bisa menangani permasalahan tersebut.
Hingga suatu hari baginda raja Harun membuat sayembara “barangsiapa yang berhasil mengatasi penyakit aneh di negeri ini maka akan diberi hadiah emas satu karungdan sepasang ekor sapi”. Namun, hingga tiga hari setelah sayembara belum ada seseorang yang bisa menyanggupinya. Abu nawas yang mengetahui permasalahan di negerinya lantas menawarkan diri untuk ikut membantu.
“jadi apa yang akan kau lakukan untuk membantu mengatasi permasalahan ini?” tanya Baginda.
“beri saya waktu hingga siang hari” Pinta Abu Nawas.
Abu nawas lantas memeriksa beberapa anak yang terjangkit penyakit aneh tersebut. setelah berpikir beberapa saat, ia teringat sesuatu dan lantas menemui baginda raja. Setelah sampai di istana, ia segera melapor :
“baginda raja, saya sudah menemukan akar permasalahan di negeri kita” kata Abu Nawas
“baik, segera laporkan.”
“negeri kita sedang dilanda penyakit demam berdarah, penyakit yang disebabkan oleh nyamuk aedes aegepty.”
“lalu bagaimana cara kita menangani masalah ini?”
“ada buah yang bisa meredakan gejala ini, namanya buah jambu merah biji”. Jawab Abu Nawas “saya memilikinya di belakang rumah, pemberian teman saya dari pulau jawa yang bernama Ki Paijo.”
“baik, segera tangani para anak yang menderita gejala penyakit ini” perintah Baginda.
“tunggu dulu baginda, ada lagi yang harus ditangani.” Sergah Abu Nawas.
“apa lagi Abu Nawas?” Tanya baginda raja.
“hari minggu besok kita adakan kerja bakti bersih desa” Jawab Abu Nawas “penyebab datangnya penyakit ini adalah karena warga tidak bisa menjaga kebersihan tempat tinggalnya.”
“baik, besok aku akan membuat pengumuman untuk penduduk”
Seminggu setelah Abu Nawas menjalankan idenya, semua anak yang menderita penyakit demam berdarah perlahan lahan pulih dan negeri ini terbebas dari masalah tersebut. Sesuai janji sang baginda Raja, dirinya mendapat hadiah berupa sekarung emas dan dua ekor sapi. Namun Abu Nawas yang dermawan itu membagian sepuluh persen hadiah emasnya kepada fakir miskin.


Nama     : Hario Bachtiar Muslim
No HP    : 08983663488
Email      : fajrinb@rocketmail.com
Penulis merupakan Anggota Teater Q Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kamis, 04 September 2014

GURU BAGI PEMIMPIN BESAR REVOLUSI


Catatan sejarah menulis, bahwa pemimpin besar revolusi  terlahir di kota pahlawan. Dia adalah Soekarno, saat dia masih kecil, dia dititipkan di keluarga Haji Oemar Said (H.O.S.) Cokroaminoto di Peneleh, Surabaya.
Dirumah sederhana itu, Soekarno juga berteman dengan Semaun, dan Kartosoewirjo mereka menjadikan Haji Oemar Said (H.O.S.) Cokroaminoto, sebagai maha guru, dalam pores pencarian ilmu. Dia dikenal sebagai Ketua Partai Politik Sarekat Islam.
Cokro lahir di Ponorogo, Jawa Timur, anak kedua dari 12 orang bersaudara. Ayahnya, R. M. Cokroamiseno. Sebagai salah satu pelopor pergerakan nasional, Cokroaminoto sukses mendidik murit-muritnya yang kemudian mewarnai politik Indonesia. Soekarno dikenal dengan jiwa Nasionalisme, Semaoen ahli Sosialisme komunis, dan Kartosuwiryo sebagai ahli agama.
Suratan takdir menggariskan, jika kemudian Soekarno menjadi salah satu murid kesayangan Cokro aminoto. Soekarno menjadi tokoh nasionalisme penting negeri ini sebagai pemimpin besar revolusi.
Berbagai literature sejarah ditemukan, Bung Karno selalu menyebut nama Cokroaminoto sebagai guru sekaligus pujaannya di kala muda.
Didalam proses mencari imu dan mengembangkan wawasanya, Bung Karno sering menemani gurunya yang ketika itu berusia 30-an tahun, berkeliling dari satu daerah ke daerah lain, menjadi guru ngaji, tetapi juga menyelipkan pesan-pesan perjuangan, tebaran-tebaran semangat untuk merdeka, lepas dari penindasan bangsa Belanda.
Di rumah, Cokro mendidiknya dengan keras, disiplin. Hampir setiap hari, sepanjang malam, dan di kala senggang, Bung Karno duduk di dekat kaki Cokro, dan dialirkannya buku-buku ke pangkuan Soekarno. Cokro bukan figur pengganti ayah yang siap menerima keluh-kesah. Bukan figur ayah yang siap menerima pengaduan anaknya. Bukan pula figur ayah yang menghiburnya di kala sedih. Tapi itu pula yang menjadikan Soekarno akrab dengan literatur  dan banyak literatur lainnya di kemudian hari. 
Begitulah, akhirnya Bung Karno tenggelam dalam lautan bacaan. Sejak usia 15-an tahun, manakala teman-teman sebaya asyik bermain di taman lapang, Soekarno justru sedang belajar. Sementara teman-temannya asyik bersantai, Soekarno justru melalap buku demi buku.
Mulailah Soekarno menemukan “teman-teman” lain dari buku-buku yang dibacanya. “Teman-teman” itu bukan sembarang teman, melainkan tokoh-tokoh besar dunia. Melalui adi pustaka itu pula, jadilah Soekarno merasa berbicara dengan Thomas Jefferson.
Ia seperti mendapat penuturan langsung dari Jefferson mengenai Declaration of Independence yang ditulisnya tahun 1776. Dengan Jefferson pula ia memperbincangkan George Washington. Tak terkecuali, Soekarno pun “bersahabat” dengan Paul Revere. Kemudian Bung Karno mencari-cari kesalahan Abraham Lincoln untuk kemudian dicarikan tanggapannya dari Jefferson.
Begitulah Bung Karno tanpa sadar berlayar mengarungi lautan pustaka, membuat kajian-kajian membuat perbandingan-perbandingan Esensi di dalam buku-buku tadi, kemudian meresap begitu dalam menjadi sebuah penghayatan dan pengetahuan seorang Soekarno.
Maka, sangat aneh kalau ada tudingan yang mengatakan Bung Karno tidak suka Amerika. Dalam penuturannya kepada Cindy Adams di biografi Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, jelas sekali bahwa semasa muda, Soekarno memuja pahlawan-pahlawan Amerika. Bahkan, Soekarno mencintai rakyat Amerika. Soekarno juga membaca majalah-majalah populer Amerika hingga menjelang akhir hayatnya.
Ada yang kurang dipahami sebagian orang yang menuding Soekarno anti Amerika, sukarno hanya tidak sepakat dengan kosep-konsep yang di jalankan di negri pamansam, sepertihalnya kapitalisne, liberalisme.  Soekarno juga belajar dan mengkaji secara mendalam Gladstone dari Inggris, juga Sidney dan Beatrice Webb yang mendirikan Gerakan Buruh Inggris. Bukan hanya itu, Soekarno juga mempelajari Mazzini, Cavour, dan Garibaldi dari Italia.
Berangkat dari kegemaran membaca buku dan belajar dari tokoh-tokoh dunia, Soekarno sangan memahami dan dapat mensarikan kajian tentang Karl Marx, Friedrich Engels dan Lenin dari Rusia. Saat surkarno muda, beliau gemar menuliskan gagasa-gagasan besar seperti buku yang berjudul dibawa bendera revolusi, bahkan saai dia harus mendekam dipenjara, sukarno senantiasa membaca dan menulis, pembelanya dengan judul Indonesia menggugat.
Sebatas itukah pengetahuan Soekarno tentang tokoh-tokoh dunia, Tidak! Soekarno juga”ngobrol” dengan Jean Jacques Rousseau, Aristide Briand dan Jean Jaures ahli pidato terbesar dalam sejarah Perancis. Kesemua perjalanan tokoh besar tadi, menginspirasi Soekarno pada masa-masa selanjutnya.
Di samping, pelajaran-pelajaran yang ia timba semasa sekolah. Karenanya, ia juga paham sejarah Yunani kuno. Ia menyerap sedalam-dalamnya protes atas segala bentuk penindasan. “Persetan dengan penindasan” pekiknya setiap berpidato tanpa pendengar di kamarnya yang gelap. “Hidup Kemerdekaan!” teriak Bung Karno  di kamar tanpa jendela, di kediaman Cokroaminoto.
Begitulah  secuil kisah tentang Cokroaminoto, salah satu tokoh besar Indonesia, sebagai mahaguru pemimpin besar rivolusi. 
di tulis dari berbagai sumber, serta tulisan dari (roso daras)

Senin, 01 September 2014

Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), NKRI dan Islam Rahmatan lil Alamin.

Oleh :  Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si
(Dewan Pembina Rumah Belajar Pandawa)

Isu tentang ISIS menjadi headline media akhir-akhir ini. Pemberitaan yang gencar tentang pengiriman kaum jihadis ke Iraq atau Syria dan juga pembaiatan yang dilakukan di beberapa daerah untuk setia kepada ISIS tentu memantik reaksi yang luar biasa besar dari segenap elemen masyarakat.
Darai proses perjalan hidup berbangsa dan bernegara, kita senantiasa tersadar bahwa betapa pentingnya kita mengembangkan keberagamaan menjadi civil religion.
Memodifikasi secara kritis konsep Bellah civil religion itu merupakan pola keberagamaan yang harus mampu menanamkan keimanan yang kukuh bagi para penganutnya sesuai dengan agama yang dianut.
Negara kesatuan republik Indonesia memiliki, Pancasila dengan lima silanya. Inilah gambaran riil tentang civil religion. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan gambaran tentang prinsip utama di dalam civil religion.
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, demikian pula Sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan perwujudan dari konsep persaudaraan yang didasarkan atas keadilan dan kemanusiaan.
Kemudian Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan atau Perwakilan juga memberikan gambaran bahwa demokrasi sebagai bagian penting dalam prinsip civil religion terkaver di dalamnya. Hanya saja problemnya bahwa cita dan idealitas yang demikian baik terkadang tereduksi oleh tindakan para pelaku, baik rakyat maupun elitnya.
Pada masa Orde Baru yang sesungguhnya memiliki ambisi yang sangat baik untuk menjadikan Pancasila, sebagai pedoman dalam seluruh tindakan masyarakat Indonesia. Namun kenyatannya itu semua tercederai oleh berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme.
Pengalaman sejarah ini tentu harus disikapi secara arif dan bijaksana agar usaha untuk melakukan revitalisasi Pancasila di dalam kehidupan masyarakat tidak mengalami reduksi makna.
Ketika negara-negara barat  melepaskan agama sebagai ideologi negara dan kemudian masuk ke negara liberal yang melepaskan agama dari kehidupan politik kenegaraan, maka ketika Indonesia merdeka diputuskanlah menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara yang dianggap sebagai jalan tengah untuk mendayung di antara negara agama dan negara liberal.
Pancasila memang bukan menegaskan sebagai negara agama dan juga bukan menegaskan sebagai negara liberal, akan tetapi suatu ideologi yang memberikan tempat agama untuk menjadi pedoman bagi kehidupan bernegera dan juga menjadikan negara sebagai tempat untuk menumbuhkembangkan kehidupan beragama.
Melalui Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, maka ditegaskan bahwa negara ini menjadikan poros ketuhanan sebagai titik tolak kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Pilihan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa sebenarnya menjelaskan bahwa negara ini bukanlah negara sekuler yang memisahkan kehidupan negara dan masyarakatnya dari dimensi teologis.
Ketuhanan yang Maha Esa adalah sebuah pengakuan formal negara bahwa negara ini berbasis pada agama. Memang bukan negara agama, akan tetapi agama menjadi substansi di dalam kehidupan kenegaraan dan sosial kemasyarakatan.
Di dalam al-Qur’an kata Daulah tidak disebut secara spesifik dan tidak dimaksudkan sebagai bentuk Negara. Kata dawlah dipakai di dalam sistem pemerintahan barulah pada masa kekhalifahan Bani Muawiyah, Abbasiyah dan seterusnya.
Kala Nabi Muhammad saw memimpin umat Islam dan juga Khulafaur Rasyidun juga tidak menggunakan kata daulah tersebut. Lalu, pada masa sekarang kata Daulah Islamiyah diletakkan dalam konteks Negara Islam.  Sedangkan pemimpinnya disebut sebagai khalifah.
Dasar filosofis seperti ini, yang sering belum dipahami oleh banyak orang sehingga menganggap bahwa masih ada ideologi lain yang ingin diujicobakan di dalam kehidupan bernegara. Salah satunya adalah ideologi agama, seperti hanya konsep Negara islam dengan konsep khilafah islamiyah.
Perlu kita sadari, di dalam proses kehidupan bernegara “tidak ada Negara Islam” sebab Nabi Muhammad saw sendiri tidak menyatakan sebagai Daulah Islamiyah.
Nabi Muhammad SAW memang sebagai pemimpin masyarakat Madinah akan tetapi bukan sebagaimana bayangan orang tentang negara sebagaimana konsepsi modern mengenai negara. Bahkan di dalam Piagam Madinah juga sama sekali tidak disebutkan sebagai perjanjian antara Negara Islam dengan lainnya, akan tetapi adalah perjanjian antar masyarakat sipil untuk saling memahami dan memberi toleransi antara satu dengan yanglain, seperti itulah gambaran Islam Rahmatan lil Alamin benar-benar terbukti.
Negara ini akan tetap menjadi besar dan bersatu manakala seluruh komponen bangsanya menjadikan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Oleh karena itu, menguatkan kembali Pancasila sebagai living ideology sama dengan menegaskan pondasi bangsa dan mengurangi konflik kepentingan.
Wallahu a’lam bi al shawab.