Jumlah pengunjung

Senyum Indah Mereka Adalah Anugerah

Rumah Belajar Pandawa, Rumah Bagi Mereka Yang Tidak Punya Rumah dan Tempat Belajar Bagi Mereka Yang Tak Sanggup Sekolah.

This is default featured slide 2 title

Rumah Belajar Pandawa, Rumah Bagi Mereka Yang Tidak Punya Rumah dan Tempat Belajar Bagi Mereka Yang Tak Sanggup Sekolah.

Mengabdi Pada Masyarakat

Rumah Belajar Pandawa, Rumah Bagi Mereka Yang Tidak Punya Rumah dan Tempat Belajar Bagi Mereka Yang Tak Sanggup Sekolah.

This is default featured slide 4 title

Rumah Belajar Pandawa, Rumah Bagi Mereka Yang Tidak Punya Rumah dan Tempat Belajar Bagi Mereka Yang Tak Sanggup Sekolah.

Mari Bergabung Bersama Kami

Rumah Belajar Pandawa, Rumah Bagi Mereka Yang Tidak Punya Rumah dan Tempat Belajar Bagi Mereka Yang Tak Sanggup Sekolah.

Selamat Datang di BLOG RUMAH BELAJAR PANDAWA

Senin, 22 Mei 2017

Kota Ramah Anak Surabaya


 Predikat Kota Ramah Anak yang disandang Surabaya belum menjamin sepenuhnya perlindungan serta hak dasar anak.

Keberadaan anak-anak di Pemukiman Lumumba Dalam, Ngagel, Kecamatan Wonokromo menjadi contoh kecil. Di kampung padat penduduk yang tidak jauh dari Stasiun Wonokromo dengan”pernak-pernik” kehidupan malam yang menyertainya, terdapat sejumlah anak putus sekolah. Selain itu, mereka juga rentan menjadi korban bahkan pelaku kejahatan seksual. Ini yang terlihat ketika Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya) mengadakan kegiatan bertajuk Psikoedukasi untuk Kota Surabaya di Lumumba Dalam, RT 1/RW I, Ngagel, Kecamatan Wonokromo, kemarin.

Dalam program ini, Ubaya menggandeng Rumah Belajar Pandawa di kampung tersebut. Selama ini, anak-anak tersebut dibina para pengelola Rumah Belajar Pandawa. Ketua Rumah Belajar Pandawa M Ali Shodikin mengatakan, anak-anak di Lumumba Dalam cenderung dewasa saat usianya masih dini. Ini tidak lepas dari pengaruh lingkungan tempat tinggal mereka.”Anak-anak di sini ada yang dulunya dibuang orang tuanya, lantas dirawat warga. Ada yang lulus SD dan tidak meneruskan ke SMP. Ada yang SD mrothol, tidak meneruskan. Faktor ekonomi menjadi alasan utama,” papar Ali Shodikin.

Kampung Lumumba Dalam, kata Ali Shodikin, merupakan kampung dengan permasalahan cukup kompleks. Ada pendatang, penghuni kos, dan lainnya. Lokasinya yang dekat dengan Stasiun Wonokromo berikut kehidupan malam di sekitarnya berimbas pada psikologi anak-anak di sana. ”Di sekitaran stasiun ada lokalisasi terselubung. Imbasnya, ada anak terjebak seks bebas. Menikah saat belum waktunya karena hamil imbas seks pranikah. Generasi ke depan jangan seperti itu. Mata rantainya harus diputus,” tutur Ali yang merupakan kandidat doktor dari Universitas Negeri Solo. Ini yang membuat Ali dan empat temannya yang juga pendiri Rumah Belajar Pandawa selalu menyambut baik dan mendukung kampus yang masuk ke Lumumba Dalam untuk mengedukasi anak-anak.

Selain Ali, ada pula Abdullah Kafabih, Amar Munawar, Muhammad Ridwan, dan Muhammad Makmuri, ikut terjun langsung membantu mahasiswa yang menetapkan program untuk anak. ”Sebelum Ubaya, ada mahasiswa Untag Surabaya dan kampus lain menjalankan program kampus di Lumumba. Pendidikan akademik selalu diberikan relawan Rumah Belajar Pandawa. Bantuan yang diberikan mahasiswa berupa pendidikan soft skill, psikologi, dan edukasi seksualitas. Wakil Dekan I Fakultas Psikologi Ubaya Sri Siuni menambahkan, program Psikoedukasi di Lumumba Dalam merupakan bagian dari Dies Natalis ke-35 fakultasnya. Selain itu, dalam rangka menjalankan tri darma perguruan tinggi.

”Untuk pelatihan hari ini (kemarin), mahasiswa psikologi menanamkan proteksi dini pada anak. Selain itu, menanamkan anak menjadi pahlawan bagi dirinya, teman dan lingkungan,” ulas Sri Siuni. Hadil psikoedukasi akan dievaluasi. Anak yang sudah menginjak dewasa akan diajak ke kampus untuk ditemukan para psikolog. Harapannya, anak mau bercerita tentang masalah yang mereka alami. Hasil evaluasi juga akan menjadi bahan Ubaya menentukan program lanjutan. Termasuk menggandeng Pemkot Surabaya dalam menyelesaikan problem sosial yang menyangkut anak.

Dosen pembimbing psikoedukasi, Nurlita Endah Karunia, menyatakan, mahasiswa yang terjun ke kampung dipantau langsung. Terutama dalam berinteraksi dengan anak-anak di lokasi. Syahputra, salah satu anak di Lumumba Dalam mengaku senang ada kakak-kakak mahasiswa.”Diajari bermain Samson dan Delilla,” tuturnya.

http://koran-sindo.com/page/news/2017-05-15/