“Mendidik bukan hanya tugas
pemerintah, tapi mendidik adalah tugas mereka yang terdidik”. Jargon ini tentu
telah akrab ditelinga banyak orang Indonesia. Sebuah jargon yang menggambarkan
betapa pentingnya pengabdian. Sehingga wajar ika tugas dan tanggung jawab
membangun negeri guna mencerdaskan anak bangsa bukan sekedar tanggung jawab
pemerintah. Tapi juga kewajiban seluruh komponen bangsa.
Melalui model rumah belajar gratis,
diharapkan mampu nmenjadi antitheis bagi pendidikan berbasis kapitalisme. Jika
model-model ini berhasil, tentunya akan dapat ditularkan atau
didiseminasikan ke tempat lain yang memiliki karakter yang sama. Rumah belajar
pandawa hadir untuk menjawab tuntutan tersebut. Sebuah tuntutan untuk ikut
serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Sudah menjadi rahasia umum, terpuruknya
kondisi sosial dan ekonomi telah membuat terpuruk pula mental dan akhlak anak
bangsa.
Untuk itu pandawa yang lahir lebbih dari lima tahun yang lalu, berkomitmen untuk tidak
saja memberikan dukungan materi, tapi ikut berkonsentrasi dalam perbaikan
mental peserta didik melalui pendidikan karakter berbasis nilai seni, agama dan
pancasila.
Tidak banyak yang tahu jika Rumah
Belajar Pandawa bermula dari imajinasi dari lima pemuda yakni M. Ali Shodikin, makmuri Yahkya, Abdullah
Kafabih, M. Ridwan, dan Amran Munawwar, mereka berperan dalam mendidik generasi
bangsa. Padahal saat itu mereka masih berstatus sebagai mahasiswa yang
disibukkan oleh beragam tugas kuliah dan organisasi.
Selain terinsprasi dari tokoh
pewayangan yang terdiri dari lima ksatria, pandawa juga dimaksudkan sebagai
akronim dari “Papan Pendidikan Kawula”. Maknanya adalah sebagai wadah dimana
terjadi proses memberi dan menerima ilmu bagi seluruh masyarakat. Tahap untuk
memilih subyek dan lokasi awal bagi peserta pendidikan bukan suatu hal yang
mudah. Tersebarnya kantong-kantong kemiskinan pada daerah padat penduduk,
diwilayah perkotaan membuat pandawa menetapkan skala prioritas.
Maka daerah kumuh dengan
keterbelakangan ekonomi, sosial dan moral menjadi tujuan utama. Sehingga
dipilihlah kampung Lumumba dalam RT. 01 RW. 01 Gang Buntu Kelurahan
Ngagel Kecamatan wonokromo Surabaya, sebagai lokasi babad awal menancapkan obor
pendidikan.
Kini Rumah belajar Pandawa yang
merupakan lembaga non profit yang dipimpin oleh M. Ali Shodikin, MH. dan diwakili M.
Ridwan, SEI. telah bergeliyat dengan belasan relawan pengajar dan puluhan peserta
didik. Mereka rela bertahan dilokasi pemukiman padat penduduk dengan kondisi sosial minus, karena merupakan tempat
prostitusi ilegal, pusat pemulung dan pengamen jalanan. Alhasil, berbagai
program berupa Taman Pendidikan Rohani, Bimbingan Belajar Terpadu, Beladiri, Olahraga dan
pendidikan Seni telah berjalan sukses. Bahkan selain peningkatan prestasi
akademik, tiga anak didik pandawa berhasil memborong prestasi sebagai juara
Deklamasi puisi Se-jawa Timur pada hari Anak Nasional 2011 lalu. Hal itu
setidaknya mampu menjadi penyemangat dalam upaya perbaikan karakter dan
moral demi memutus mata rantai kesakitan mental.
Lewat Rumah Belajar Pandawa ini, anak-anak
jalanan diberikan pelajaran dan bimbingan tentang arti hidup dan kehidupan
ditengah-tengah masyarakat. Dan alhamdulillah,
sampai saat ini, mereka mulai dapat mengenal norma dan etika layaknya anak
seusianya. Bahkan hingga saat ini banyak prestasi yang mereka raih.