Cerpenis:Rosyidah Nuril Adha *
Kejam, Tega, Keras
Itulah yang teringat dalam benak lunak ini
Terasa terikat dalam tubuh ini
Melapisi setiap dinding rusukku
Tak ada kata yang dapat kuungkapkan
Mengapa ku disini
Semua telah terperangkap dalam
Sampai kulupa bagaimana melawannya
Aku
adalah gadis kecil yang tinggal di kota yang begitu besar, bahkan dikenal oleh
banyak orang. Aku adalah gadis kecil yang terlahir begitu sempurna dari rahim
ibuku. Aku gadis kecil yang tak pernah berharap apapun tanpa berpasrah atas apa
yang ku miliki. Aku berpasrah atas apa yang telah diberikan Tuhan karena Ayahku
selalu mengajarkanku keikhlasan.
Tak pernah luput dari mulutnya “Ini sudah pilihan Tuhan, Tuhan yang
mengatur, dan kita yang menjalankan”.
Kata
kata itu telah tertancap pada diriku dan keluargaku. “Hidup itu mudah jika kita mau bekerja dan ulet”
Ayahku
selalu menanamkan hal itu pada dirinya, ibu dan kami anak-anaknya. Dengan gigihnya dia selalu bekerja keras menghabiskan waktunya
agar aku dan saudaraku tidak merasa iri dengan orang orang elit itu.
“Tak ada gunanya kau membayangkan kemegahan
hidup seperti mereka, karena inilah adanya kita, hidup yang berkecukupan bahkan terkadang tak ada
sidikitpun bahan untuk sesuap nasi. Tapi bersyukurlah nak, ini sudah jalan
Tuhan. Tuhan telah menetapkan kehidupan kita.
Suatu saat nanti Tuhan pasti mendengar doa
kita bersama. Maka dari itu teruslah berdoa, dan jangan pernah kamu merasa
kecil dari orang-orang itu. Kita memang hidup kecil, namun hati kita lebih
besar dari mereka.” Ucap ayahku.
Aku memiliki tujuh saudara, kedua adikku dan kelima kakakku. Mereka
hanyalah seorang pengamen yang keliling kampung mengumpulkan kertas berharga,
begitu pula diriku. Hidupku dan keluargaku penuh dengan bekerja.
Kita
tak pernah lelah menghabiskan waktu untuk bekerja demi mendapatkan nasi dan membeli apa yang aku dan
adik-adikku butuhkan untuk sekolah. Tak kenal panas ataupun dingin, tubuh ini
serasa kebal dengan itu.
Ayah bekerja sebagai kuli sampah dari pagi sampai
larut malam. Kedua kakak laki-lakiku menjadi pengamen jaranan di perkampungan
sebelah. Terkadang mereka juga pulang sampai larut malam. Ketiga kakakku telah
menikah dan tinggal bersama keluarganya, sehingga kami berpisah sejak
pernikahan mereka.
Sedangkan aku, kakak perempuanku dan ibuku juga
membantu sepulang aku sekolah untuk mengamen di sekeliling rumah yang berada di
kampong sebelah. Dari penghasilan kami semua, dikumpulkan untuk biaya sekolahku
dan kakakku. Hal ini sungguh mengharukan bagiku. Namun karena ini, semangatku
untuk belajar dan mendapatkan juara di kelas semakin membara.
Ayah pernah bercerita tentang kehidupannya dahulu saat
diriku belum terlahir. Ibu dan ayahku
berasal dari keluarga sederhana. Mereka hanyalah anak dari sepasang petani yang
bekerja di ladang orang.
Pada
saat itu mereka bertekad keluar kota untuk mencari sebuah penghidupan yang
lebih baik dari kehidupannya saat itu. Mereka meninggalkan kampung halamannya
cukup lama sekali.
Sampai akhirnya beberapa tahun kemudian semenjak mereka
bekerja, mereka dipertemukan ditempat perantauan. Merekapun menjalin hubungan dan akhirnya terlahirpun kakakku.
Sejak saat itu kedua orangtuaku tak pernah kembali di
kampungnya, kecuali saat acara-acara tertentu. Hal itu berlangsung sampai aku
tumbuh besar.
Aku sekarang beranjak kelas 5, 1 tahun lagi aku akan
menginjakkan kelas 6. Saat aku teringat kenaikan kelasku nanti, aku selalu meneteskan
air mata. Karena setelah lulus nanti, kedua orangtuaku berencana untuk
menaruhku di pesantren dekat rumah nenekku.
Padahal aku ingin melanjutkan sekolah di Sekolah umum
yang ada di daerah tempat tinggalku sekarang. Namun aku tak bias berharap banyak,
karena kendala keadaan keluargaku yang tidak memiliki SK rumah dan adapun isu
bahwa rumahku akan digusur.
Hal itu membuatku tidak bisa menggunakan akta
kelahiran yang merupakan prasyarat untuk masuk ke sekolah umum.
Aku termasuk siswa berprestasi di sekolah, namun
karena keterbelakangan keluargaku membuat diriku tak teranggap. Banyak dari
teman-temanku yang sering mencemooh aku karena aku seorang pengamen jalanan.
Namun karena begitu terbiasanya aku dengan cemoohan mereka tak membuatku sakit
hati, meskipun terkadang aku merasa kesal dengan mereka.
Terasa begitu hina pekerjaanku itu, padahal itu adalah
pekerjaan halal. Karena aku mendapatkan rezeki itu dari hasil usahaku menyanyi,
bukan meminta-minta. Kehidupan ini begitu keras untuk ku jalani. Namun hal itu
bukanlah alasan untukku berputus asa dalam meraih cita-citaku.
Aku yakin masih banyak jalan Tuhan yang diberikan
padaku selagi aku terus berusaha dan berdoa. Semoga Tuhan memberiku kebahagian
yang belum pernah aku rasakan sekarang, dan memberikan perlindungan dan
kesehatan kepada keluargaku. Amiin.
0 komentar:
Posting Komentar