Jumlah pengunjung

Selamat Datang di BLOG RUMAH BELAJAR PANDAWA

Minggu, 31 Agustus 2014

MENGAPA AKU DISINI



 Cerpenis:Rosyidah Nuril Adha *

Kejam, Tega, Keras
Itulah yang teringat dalam benak lunak ini
Terasa terikat dalam tubuh ini
Melapisi setiap dinding rusukku
Tak ada kata yang dapat kuungkapkan
Mengapa ku disini
Semua telah terperangkap dalam
Sampai kulupa bagaimana melawannya

Aku adalah gadis kecil yang tinggal di kota yang begitu besar, bahkan dikenal oleh banyak orang. Aku adalah gadis kecil yang terlahir begitu sempurna dari rahim ibuku. Aku gadis kecil yang tak pernah berharap apapun tanpa berpasrah atas apa yang ku miliki. Aku berpasrah atas apa yang telah diberikan Tuhan karena Ayahku selalu mengajarkanku keikhlasan.
 Tak pernah luput dari mulutnya “Ini sudah pilihan Tuhan, Tuhan yang mengatur, dan kita yang menjalankan”.
Kata kata itu telah tertancap pada diriku dan keluargaku. “Hidup itu mudah jika kita mau bekerja dan ulet”
Ayahku selalu menanamkan hal itu pada dirinya, ibu dan kami anak-anaknya. Dengan gigihnya dia selalu bekerja keras menghabiskan waktunya agar aku dan saudaraku tidak merasa iri dengan orang orang elit itu.
“Tak ada gunanya kau membayangkan kemegahan hidup seperti mereka, karena inilah adanya kita, hidup yang  berkecukupan bahkan terkadang tak ada sidikitpun bahan untuk sesuap nasi. Tapi bersyukurlah nak, ini sudah jalan Tuhan. Tuhan telah menetapkan kehidupan kita.
Suatu saat nanti Tuhan pasti mendengar doa kita bersama. Maka dari itu teruslah berdoa, dan jangan pernah kamu merasa kecil dari orang-orang itu. Kita memang hidup kecil, namun hati kita lebih besar dari mereka.” Ucap ayahku.
 Aku memiliki tujuh saudara, kedua adikku dan kelima kakakku. Mereka hanyalah seorang pengamen yang keliling kampung mengumpulkan kertas berharga, begitu pula diriku. Hidupku dan keluargaku penuh dengan bekerja.
Kita tak pernah lelah menghabiskan waktu untuk bekerja demi mendapatkan nasi dan membeli apa yang aku dan adik-adikku butuhkan untuk sekolah. Tak kenal panas ataupun dingin, tubuh ini serasa kebal dengan itu.
Ayah bekerja sebagai kuli sampah dari pagi sampai larut malam. Kedua kakak laki-lakiku menjadi pengamen jaranan di perkampungan sebelah. Terkadang mereka juga pulang sampai larut malam. Ketiga kakakku telah menikah dan tinggal bersama keluarganya, sehingga kami berpisah sejak pernikahan mereka.
Sedangkan aku, kakak perempuanku dan ibuku juga membantu sepulang aku sekolah untuk mengamen di sekeliling rumah yang berada di kampong sebelah. Dari penghasilan kami semua, dikumpulkan untuk biaya sekolahku dan kakakku. Hal ini sungguh mengharukan bagiku. Namun karena ini, semangatku untuk belajar dan mendapatkan juara di kelas semakin membara.
Ayah pernah bercerita tentang kehidupannya dahulu saat diriku belum terlahir. Ibu dan ayahku berasal dari keluarga sederhana. Mereka hanyalah anak dari sepasang petani yang bekerja di ladang orang.
Pada saat itu mereka bertekad keluar kota untuk mencari sebuah penghidupan yang lebih baik dari kehidupannya saat itu. Mereka meninggalkan kampung halamannya cukup lama sekali. 
Sampai akhirnya beberapa tahun kemudian semenjak mereka bekerja, mereka dipertemukan ditempat perantauan. Merekapun menjalin hubungan dan akhirnya terlahirpun kakakku.
Sejak saat itu kedua orangtuaku tak pernah kembali di kampungnya, kecuali saat acara-acara tertentu. Hal itu berlangsung sampai aku tumbuh besar.
Aku sekarang beranjak kelas 5, 1 tahun lagi aku akan menginjakkan kelas 6. Saat aku teringat kenaikan kelasku nanti, aku selalu meneteskan air mata. Karena setelah lulus nanti, kedua orangtuaku berencana untuk menaruhku di pesantren dekat rumah nenekku.
Padahal aku ingin melanjutkan sekolah di Sekolah umum yang ada di daerah tempat tinggalku sekarang. Namun aku tak bias berharap banyak, karena kendala keadaan keluargaku yang tidak memiliki SK rumah dan adapun isu bahwa rumahku akan digusur.
Hal itu membuatku tidak bisa menggunakan akta kelahiran yang merupakan prasyarat untuk masuk ke sekolah umum.
Aku termasuk siswa berprestasi di sekolah, namun karena keterbelakangan keluargaku membuat diriku tak teranggap. Banyak dari teman-temanku yang sering mencemooh aku karena aku seorang pengamen jalanan. Namun karena begitu terbiasanya aku dengan cemoohan mereka tak membuatku sakit hati, meskipun terkadang aku merasa kesal dengan mereka.
Terasa begitu hina pekerjaanku itu, padahal itu adalah pekerjaan halal. Karena aku mendapatkan rezeki itu dari hasil usahaku menyanyi, bukan meminta-minta. Kehidupan ini begitu keras untuk ku jalani. Namun hal itu bukanlah alasan untukku berputus asa dalam meraih cita-citaku.
Aku yakin masih banyak jalan Tuhan yang diberikan padaku selagi aku terus berusaha dan berdoa. Semoga Tuhan memberiku kebahagian yang belum pernah aku rasakan sekarang, dan memberikan perlindungan dan kesehatan kepada keluargaku. Amiin.

0 komentar:

Posting Komentar