Jumlah pengunjung

Selamat Datang di BLOG RUMAH BELAJAR PANDAWA

Minggu, 18 November 2012

Motivasi Bagi Pengamens Cilik, Ingin Menjadi Guru


“Kalau saya sudah besar nanti saya ingin menjadi guru” ungkap Mawar bersemangat.
“saya juga ingin jadi guru” Tambah Melati yang tidak kalah semangatnya (Mawar, melati bukan nama sebenarnya). 
Begitulah kira–kira celoteh dua anak yang sampai saat ini masih bersama ibunya untuk mencari sesuap nasi dijalanan kota Surabaya.  Dan diruang tamu  home base Rumah Belajar Pandawa yang sempit karena dipenuhi banyak anak yang ingin belajar. Diantara sekian banyak murid-murid yang menjadi dampingan kami, adalah Mawar dan Melati merka adalah anak kurang mampu itu.
Sepasang kakak adik yang terlambat sekolah karena harus membantu ibunya untuk mengemis tiap hari. Meskipun sekarang umurnya sudah menginjak kelas satu SD, namun karena tuntutan ekonomi ia baru sekolah di kelas TK tahun ini. Itupun karena ada yang memotivasi untuk sekolah, disamping itu merka berdua masih mempunyai semangat untuk mengapai masadepanya.
“Meskipun terlambat sekolah, namun mawar dan melati mempunyai kecerdasan yang harus terus dikembagkan. Mungkin karena ia memang sini kuasa tuhan ya”, tutur Khotijah yang dengan telaten membimbing dua anak itu belajar membaca dan berhitung. 
Di sampingnya juga tampak papan tulis putih penuh guratan spidol yang berisi angka-angka penjumlahan.  Ia tampak sabar memberi  rayuan dan motivasi agar Mawar dan Melati selalu rajin belajar agar bisa tercapai cita-cita keduanya.

Hari-Hari Seniman Kecil Jalanan
Mawar dan Melati adalah sepasang kakak adik. Mawar yang lebih tua berumur  tujuh  tahun, sedang Melati adiknya berumur enam tahun. Meski berbeda umur namun ia menuntut ilmu di jenjang yang sama, dan lebih mengherankannya lagi keduanya baru duduk di bangku Taman Kanak-Kanak.
Mereka masih sekolah di bangku TK bukan karena mereka tinggal kelas. Namun karena mereka baru saja mengenal dunia pendidikan, sejak adanya lembaga Rumah Belajar Pandawa.
Alasan mengapa mereka baru bersekolah cukup miris. Ditengah modernnya dunia pendidikan dengan fasilitas memedai serta jargon pendidikan gratis, Mawar dan Melati masih sibuk  dan ngamen usia sekolah. Akibatnya seperti diatas ia terlambat sekolah.
Memang, sebelum bersekolah sepasang kakak berdaik yang tinggal di gubuk semi permanen yang satu atap dengan gudang sampah dan berhalaman rel kereta api itu menghabiskan sepanjang harinya di jalanan untuk mengemis bersama ibunya. Ia berangkat pagi dan pulang pukul Sembilan malam.
“Saya pernah bertemu kedua anak itu, bersama ibunya mengais risky smpai tengah malam di angkringan PKL sepanjang trotoar Universitas Airlangga” tutur salah seorang relawan baru pada kru kalimasada.
Dan ketika Mawar dan Melati ditanya kemana saja mengemis selama ini, rupanya dia belum bisa mendiskripsikan dimana saja ia mengemis. Didaerah mana ia belum paham karena ia Cuma berjalan bersama ibunya, berjalan kemana saja terserah ibunya.

Mereka Cuma ikut saja.
“Ndak ngerti mas…! Pokoe melu mak… “ ujar Melati sambil tersipu-sipu malu karena memang sebenarnya dia malu jika diejek temen-teman sekolahnyakarena pekerjannya. Apalagi jika ditanya pekerjaan orang tuanya oleh guru, mahu tak mau mereka harus menahan malu karena teman-teman mereka menimpali dengan serempak “Mengemis, nagamen”.
Maka dari itu ia tidak mau sekolah TK hingga bertahun-tahun. Namun dengan kehadiran Rumah belajar Pandawa mereka jadi termotivasi untuk belajar. Mereka jadi tahu belajar itu ternyata menyenangkan, dan tidak membosankan seperti yang menghantui benaknya bertahun lamanya.
“Seneng mas… iso ketemu teman dan belajar bersama” tambah Mawar ketika ditanya bagaimana persaan di belajar di Rumah Belajar Pandawa.

Motivasi untuk Rajin Belajar
Pada bulan Oktober  dan November Rumah Belajar Pandawa kedatangan Relawan tak tetap dari Universitas Katolik Widia Mandala atau biasa di singkat UWM. Relawan yang terdiri dari sembilan mahasiswi semester satu mereka meluangkan waktu kuliyahnya guna turut mengejar bersama di taman setiap hari Senin malam.
Kedatangan para mahasiswi tersebut, memberi  warna tersendiri di hati anak didik Rumah Belajar Pandawa. Bahkan dampaknya membuat mereka makin mengenal banyak guru dari berbagai latar belakang.
Jika biasanya guru mereka di dominasi mahasiswa IAIN yang berlatar belakang pendidikan Islam, Humaniora Islam dan social Islam yang bersuku Jawa. kini dengan kehadiran mahasiswi UWM mereka bisa mengenal  guru-guru dari latar belakang lain, latar belakang farmasi dan dan bahasa inggris member warna tersendiri bagi anak didik. Keberagaman etnis yang dibawa mulai dari Jawa, Madura, Batak, Timor hingga keturunan Hokkian tiong Hoa membuat anak-anak mengenal keberagaman dan menghargainya sebagai wujud kebenekaan.
“Saya bersyukur diberikan kesempatan untuk mengajar disini, karena dibanding dengan mahasiswa yang mendapat tugas mengajar di tempat lain, ternyata disinilah yang paling menantang dan tepat sasaran” tutur Mia, salah satu mahasiswa UWM yang oleh teman-temannya didaulat sebagai juru bicara.
“Disini itu pokoknya apa adanya dan tidak dibuat-buat, sehingga tidak heran jika para anak didik menjadi berprestasi baik disekolah maupun  di luar sekolah” Tambah Carolina penuh semangat.
Menurut ketua rumah Belajar Pandawa Ali Airlangga, kehadiran  para relawan diharapakan mampu memberi inspirasi bagi anak didik Rumah Belajar Pandawa sehingga mereka jadi lebih bersemangat untuk belajar untuk mewujudkan cita-citanya.

0 komentar:

Posting Komentar