Jumlah pengunjung

Selamat Datang di BLOG RUMAH BELAJAR PANDAWA

Rabu, 21 November 2012

Satu Bulan Bersama Relawan STK Widya Mandala




Hari itu hari senin pukul 18.00, desir angin yang menyibak dahan pepohonan di taman  beradu dengan raungan  knalpot kendaraan bermotor yang memadati jalan Ngagel, Wonokromo. Dibawah rindangnya pohon taman yang menghantarkan lembar-demi lembar daun kering terhempas direrumputan taman, terdapat sekumpulan bocah-boca yang sedang asik dengan beragam aktivitas belajar bersama di taman.
Diantara penerangan seadanya mereka bergerumul menghadap beberapa papan tulis dengan coretan-coretan. Mereka adalah relawan bersama murid-murid Rumah Belajar Pandawa.  Relawan yang merupakan mahasiswi  Universitas Katolik Widia Mandala atau biasa di singkat UWM yang terdiri dari Mia Dwi Retno, Aprelia Caroline, Brenda Silviani,  Fatmala Fatmawati, Yosefina Silvia Daru, Rana Keera, Novita Jalasari, Rika Kumalasari, kritina atau biasa disapa Beta.
Salah satu program yang dibawa oleh relawan ini adalah misi pendidikan pancasila, mula dari belajar kebinekaan, persatuan Indonesia, dan lain sebagainya. Mengabdi kepada masyarakat dan ikut merasakan bagaimana kehidupan sesama merupakan salah satu dari upaya mengaplikasikan sila kedua yang berbunyi kemanusiaan yang adil dan beradap, karena diharapkan kegitan tersebut dapat menyentuh sisi humanis atau kemanusiaan kita.
“Saya tidak menyangka jika mereka begitu kuat, sekalipun mereka tak bersama orang tua mereka bahkan diantara mereka sesungguhnya tidak tahu siapa orang tua mereka sebenarnya. Jika saya yang mengalami, saya tidak tahu gimana?” ujar Rana mahasiswa asal NTT salah satu relawan yang kagum dengan semangat anak-anak rumah belajar pandawa.
“Lebih hebatnya lagi mereka tidak pernah menyalahkan keadaan, tidak menyalahkan orang tua mereka padahal saya sering ngerasa kurang dengan kasih sayang orang tuaku yang sekarang aku sadari tiada kurangnya” imbunya sambil tersenyum malu. Air mata itu meluncur deras  Sebab sebelumnya ia mendengar beberapa curhatan langsung dari anak-anak tentang latar belakang kehidupan  yang mereka jalani setiap hari.

Sedihnya Perpisahan
                “kaka jangan pergi kami tidak akan nakal lagi, kami semua akan serius belajar……” teriak tangis murid Pandawa kepada para relawan pengajar, saat mengucapkan salam perpisahan.
Tidak disangka, malam perpisahan yang  harus dijalani terasa sangat berat, akibatnya tak terasa air mata menetes dari puluhan pasang mata itu. Deraiannya merambati pipi, kilaunnya terbias cahaya lampu yang menembus rerimbunan daun dan rupanya juga telah menembus dihati mereka.
Hari-hari yang telah dialalui bersama rupanya telah menorehkan selaksa kenangan yang tak mudah dihapuskan, bahkan oleh air mata perpisahan sekalipun. Memang saat perpisahan tadi suasana sangat mengharukan, anak anak menangis para relawan juga ikut mengangis.
Maka untuk menceriakan  suasana mereka menghibur diri dengan beragam kegiatan lucu. mulai dari tari ayam “Chiken Dance” yang dilakoni oleh para murid –murid Pandawa. Hingga hiburan berupa tarian paling fenomenal saat ini “Gangnam Style”yang dipersembahkan oleh para relawan.
Akan tetapi, aura perpisahan yang mengharu biru tidak juga bias terhapuskan, bahkan oleh berisik raungan kendaraan bermotor yang merayapi jembatan Bosem wonorejo “jagir”.  “saya nggak menyangka, ketika kami bilang besok gak akan datang kesini lagi, seketika airmata meleleh di kedua belah pipi mereka”, terang Brenda yang juga menehan airmata.
“Meskipun waktunya singkat, akan tetapi begitu banyak pelajaran yang telah kami dapatkan. Di Rumah Belajar Pandawa saya mulai belajar besyukur, atas segala nikmat yang diberikan Allah, ampuni tuhan saya yang jarang bersyukur” sesal Caroline akibat kekilafannya, kini ia bias melihat ternyata banyak anak yang jauh tidak seberuntung kita. Hidup tanpa kasih sayang orang tua, menyambung  hidup dijalanan, bahkan  ada yang terbiasa melihat orang tua mereka terjebak lembah hitam pelacuran.
“Kami tak menyangka, mungkin tanpa adanya Pandawa, mereka akan menjadi 11-12 dari orang tuanya, jika orang tunya kasar dalam mendidik pasti kelak mereka akan melakukan yang sama” tambah Rana Keera. “Jadinya saya melihat rumah belajar pandawa bukan hanya member pelajaran berupa materi tapi juga pelajaran moral yang amat berharga bagi mereka kedepan” terang Mia menambahkan ungkapan Rana Keera salah satu relawan yang berasal dari Nusa Tenggara Timur.

Sebingkis Kenangan
Kini para mahasiswi Relawan dari  Universitas Widya Mandala telah purna tugasnya, tunai sudah pengabdian di Rumah Belajar Pandawa dalam membimbing anak-anak yang butuh bimbingan dan kasih sayang.  Tapi seberapa jauh mereka menghilang dari selingkar pandangan mata, tapi mereka dan jasa mereka akan selalu terbingkai dihati mereka.
“Kenapa mereka cuma ngajar sebentar, padahal aku sudah mulai sayang” keluh vista dan yola,. Sambil memegang bingkisan berupa buku dari relawan ia mengenang saat-saat beberapa jam yang mereka lalui sebelumnya.
Rupanya benar kata sebuah syair lagu yang pernah dilantunkan oleh grup band asal jogja, Letto. Bahwa “rasa kehilangan hanya akan ada jika kita pernah memilikinya”. Dan bukankah sejatinya kita saling memiliki? Memiliki rasa cinta yang sama, memiliki kasih sayang yang sama, dan memiliki Rumah Belajar Pandawa bersama.
Diahir perpisahan malam itu, ketika mereka semua bersedih , kami membisiki dan meyakinkan mereka satu hal, “kalian orang yang kuat,” kakak yakin kelak adek-adek ijka treus belajar dan berusaha dengan serius maka kalian menjadai orang yang sukses, persembahkan prestasi kalian untuk kebanggaan orang tua kita” [] Awan.



1 komentar: