Catatan
sejarah menulis, bahwa pemimpin besar revolusi
terlahir di kota pahlawan. Dia adalah Soekarno, saat dia masih kecil,
dia dititipkan di keluarga Haji Oemar Said (H.O.S.) Cokroaminoto di Peneleh,
Surabaya.
Dirumah
sederhana itu, Soekarno juga berteman dengan Semaun, dan Kartosoewirjo mereka menjadikan
Haji Oemar Said (H.O.S.) Cokroaminoto, sebagai maha guru, dalam pores pencarian
ilmu. Dia dikenal sebagai Ketua Partai Politik Sarekat Islam.
Cokro lahir
di Ponorogo, Jawa Timur, anak kedua dari 12 orang bersaudara. Ayahnya, R. M.
Cokroamiseno. Sebagai salah satu pelopor pergerakan nasional, Cokroaminoto
sukses mendidik murit-muritnya yang kemudian mewarnai politik Indonesia.
Soekarno dikenal dengan jiwa Nasionalisme, Semaoen ahli Sosialisme komunis, dan
Kartosuwiryo sebagai ahli agama.
Suratan takdir
menggariskan, jika kemudian Soekarno menjadi salah satu murid kesayangan Cokro
aminoto. Soekarno menjadi tokoh nasionalisme penting negeri ini sebagai
pemimpin besar revolusi.
Berbagai
literature sejarah ditemukan, Bung Karno selalu menyebut nama Cokroaminoto
sebagai guru sekaligus pujaannya di kala muda.
Didalam
proses mencari imu dan mengembangkan wawasanya, Bung Karno sering menemani
gurunya yang ketika itu berusia 30-an tahun, berkeliling dari satu daerah ke
daerah lain, menjadi guru ngaji, tetapi juga menyelipkan pesan-pesan
perjuangan, tebaran-tebaran semangat untuk merdeka, lepas dari penindasan
bangsa Belanda.
Di rumah,
Cokro mendidiknya dengan keras, disiplin. Hampir setiap hari, sepanjang malam,
dan di kala senggang, Bung Karno duduk di dekat kaki Cokro, dan dialirkannya
buku-buku ke pangkuan Soekarno. Cokro bukan figur pengganti ayah yang siap
menerima keluh-kesah. Bukan figur ayah yang siap menerima pengaduan anaknya.
Bukan pula figur ayah yang menghiburnya di kala sedih. Tapi itu pula yang
menjadikan Soekarno akrab dengan literatur
dan banyak literatur lainnya di kemudian hari.
Begitulah,
akhirnya Bung Karno tenggelam dalam lautan bacaan. Sejak usia 15-an tahun,
manakala teman-teman sebaya asyik bermain di taman lapang, Soekarno justru sedang
belajar. Sementara teman-temannya asyik bersantai, Soekarno justru melalap buku
demi buku.
Mulailah
Soekarno menemukan “teman-teman” lain dari buku-buku yang dibacanya.
“Teman-teman” itu bukan sembarang teman, melainkan tokoh-tokoh besar dunia.
Melalui adi pustaka itu pula, jadilah Soekarno merasa berbicara dengan Thomas
Jefferson.
Ia seperti
mendapat penuturan langsung dari Jefferson mengenai Declaration of Independence
yang ditulisnya tahun 1776. Dengan Jefferson pula ia memperbincangkan George Washington.
Tak terkecuali, Soekarno pun “bersahabat” dengan Paul Revere. Kemudian Bung
Karno mencari-cari kesalahan Abraham Lincoln untuk kemudian dicarikan
tanggapannya dari Jefferson.
Begitulah
Bung Karno tanpa sadar berlayar mengarungi lautan pustaka, membuat
kajian-kajian membuat perbandingan-perbandingan Esensi di dalam buku-buku tadi,
kemudian meresap begitu dalam menjadi sebuah penghayatan dan pengetahuan
seorang Soekarno.
Maka, sangat
aneh kalau ada tudingan yang mengatakan Bung Karno tidak suka Amerika. Dalam
penuturannya kepada Cindy Adams di biografi Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat
Indonesia, jelas sekali bahwa semasa muda, Soekarno memuja pahlawan-pahlawan
Amerika. Bahkan, Soekarno mencintai rakyat Amerika. Soekarno juga membaca
majalah-majalah populer Amerika hingga menjelang akhir hayatnya.
Ada yang
kurang dipahami sebagian orang yang menuding Soekarno anti Amerika, sukarno
hanya tidak sepakat dengan kosep-konsep yang di jalankan di negri pamansam,
sepertihalnya kapitalisne, liberalisme.
Soekarno juga belajar dan mengkaji secara mendalam Gladstone dari
Inggris, juga Sidney dan Beatrice Webb yang mendirikan Gerakan Buruh Inggris.
Bukan hanya itu, Soekarno juga mempelajari Mazzini, Cavour, dan Garibaldi dari
Italia.
Berangkat
dari kegemaran membaca buku dan belajar dari tokoh-tokoh dunia, Soekarno sangan
memahami dan dapat mensarikan kajian tentang Karl Marx, Friedrich Engels dan
Lenin dari Rusia. Saat surkarno muda, beliau gemar menuliskan gagasa-gagasan
besar seperti buku yang berjudul dibawa bendera revolusi, bahkan saai dia harus
mendekam dipenjara, sukarno senantiasa membaca dan menulis, pembelanya dengan
judul Indonesia menggugat.
Sebatas
itukah pengetahuan Soekarno tentang tokoh-tokoh dunia, Tidak! Soekarno
juga”ngobrol” dengan Jean Jacques Rousseau, Aristide Briand dan Jean Jaures
ahli pidato terbesar dalam sejarah Perancis. Kesemua perjalanan tokoh besar
tadi, menginspirasi Soekarno pada masa-masa selanjutnya.
Di samping,
pelajaran-pelajaran yang ia timba semasa sekolah. Karenanya, ia juga paham
sejarah Yunani kuno. Ia menyerap sedalam-dalamnya protes atas segala bentuk
penindasan. “Persetan dengan penindasan” pekiknya setiap berpidato tanpa
pendengar di kamarnya yang gelap. “Hidup Kemerdekaan!” teriak Bung Karno di kamar tanpa jendela, di kediaman
Cokroaminoto.
Begitulah secuil kisah tentang Cokroaminoto, salah satu
tokoh besar Indonesia, sebagai mahaguru pemimpin besar rivolusi.
di tulis dari berbagai sumber, serta tulisan dari (roso daras)
0 komentar:
Posting Komentar