Jumlah pengunjung

Selamat Datang di BLOG RUMAH BELAJAR PANDAWA

Kamis, 04 September 2014

GURU BAGI PEMIMPIN BESAR REVOLUSI


Catatan sejarah menulis, bahwa pemimpin besar revolusi  terlahir di kota pahlawan. Dia adalah Soekarno, saat dia masih kecil, dia dititipkan di keluarga Haji Oemar Said (H.O.S.) Cokroaminoto di Peneleh, Surabaya.
Dirumah sederhana itu, Soekarno juga berteman dengan Semaun, dan Kartosoewirjo mereka menjadikan Haji Oemar Said (H.O.S.) Cokroaminoto, sebagai maha guru, dalam pores pencarian ilmu. Dia dikenal sebagai Ketua Partai Politik Sarekat Islam.
Cokro lahir di Ponorogo, Jawa Timur, anak kedua dari 12 orang bersaudara. Ayahnya, R. M. Cokroamiseno. Sebagai salah satu pelopor pergerakan nasional, Cokroaminoto sukses mendidik murit-muritnya yang kemudian mewarnai politik Indonesia. Soekarno dikenal dengan jiwa Nasionalisme, Semaoen ahli Sosialisme komunis, dan Kartosuwiryo sebagai ahli agama.
Suratan takdir menggariskan, jika kemudian Soekarno menjadi salah satu murid kesayangan Cokro aminoto. Soekarno menjadi tokoh nasionalisme penting negeri ini sebagai pemimpin besar revolusi.
Berbagai literature sejarah ditemukan, Bung Karno selalu menyebut nama Cokroaminoto sebagai guru sekaligus pujaannya di kala muda.
Didalam proses mencari imu dan mengembangkan wawasanya, Bung Karno sering menemani gurunya yang ketika itu berusia 30-an tahun, berkeliling dari satu daerah ke daerah lain, menjadi guru ngaji, tetapi juga menyelipkan pesan-pesan perjuangan, tebaran-tebaran semangat untuk merdeka, lepas dari penindasan bangsa Belanda.
Di rumah, Cokro mendidiknya dengan keras, disiplin. Hampir setiap hari, sepanjang malam, dan di kala senggang, Bung Karno duduk di dekat kaki Cokro, dan dialirkannya buku-buku ke pangkuan Soekarno. Cokro bukan figur pengganti ayah yang siap menerima keluh-kesah. Bukan figur ayah yang siap menerima pengaduan anaknya. Bukan pula figur ayah yang menghiburnya di kala sedih. Tapi itu pula yang menjadikan Soekarno akrab dengan literatur  dan banyak literatur lainnya di kemudian hari. 
Begitulah, akhirnya Bung Karno tenggelam dalam lautan bacaan. Sejak usia 15-an tahun, manakala teman-teman sebaya asyik bermain di taman lapang, Soekarno justru sedang belajar. Sementara teman-temannya asyik bersantai, Soekarno justru melalap buku demi buku.
Mulailah Soekarno menemukan “teman-teman” lain dari buku-buku yang dibacanya. “Teman-teman” itu bukan sembarang teman, melainkan tokoh-tokoh besar dunia. Melalui adi pustaka itu pula, jadilah Soekarno merasa berbicara dengan Thomas Jefferson.
Ia seperti mendapat penuturan langsung dari Jefferson mengenai Declaration of Independence yang ditulisnya tahun 1776. Dengan Jefferson pula ia memperbincangkan George Washington. Tak terkecuali, Soekarno pun “bersahabat” dengan Paul Revere. Kemudian Bung Karno mencari-cari kesalahan Abraham Lincoln untuk kemudian dicarikan tanggapannya dari Jefferson.
Begitulah Bung Karno tanpa sadar berlayar mengarungi lautan pustaka, membuat kajian-kajian membuat perbandingan-perbandingan Esensi di dalam buku-buku tadi, kemudian meresap begitu dalam menjadi sebuah penghayatan dan pengetahuan seorang Soekarno.
Maka, sangat aneh kalau ada tudingan yang mengatakan Bung Karno tidak suka Amerika. Dalam penuturannya kepada Cindy Adams di biografi Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, jelas sekali bahwa semasa muda, Soekarno memuja pahlawan-pahlawan Amerika. Bahkan, Soekarno mencintai rakyat Amerika. Soekarno juga membaca majalah-majalah populer Amerika hingga menjelang akhir hayatnya.
Ada yang kurang dipahami sebagian orang yang menuding Soekarno anti Amerika, sukarno hanya tidak sepakat dengan kosep-konsep yang di jalankan di negri pamansam, sepertihalnya kapitalisne, liberalisme.  Soekarno juga belajar dan mengkaji secara mendalam Gladstone dari Inggris, juga Sidney dan Beatrice Webb yang mendirikan Gerakan Buruh Inggris. Bukan hanya itu, Soekarno juga mempelajari Mazzini, Cavour, dan Garibaldi dari Italia.
Berangkat dari kegemaran membaca buku dan belajar dari tokoh-tokoh dunia, Soekarno sangan memahami dan dapat mensarikan kajian tentang Karl Marx, Friedrich Engels dan Lenin dari Rusia. Saat surkarno muda, beliau gemar menuliskan gagasa-gagasan besar seperti buku yang berjudul dibawa bendera revolusi, bahkan saai dia harus mendekam dipenjara, sukarno senantiasa membaca dan menulis, pembelanya dengan judul Indonesia menggugat.
Sebatas itukah pengetahuan Soekarno tentang tokoh-tokoh dunia, Tidak! Soekarno juga”ngobrol” dengan Jean Jacques Rousseau, Aristide Briand dan Jean Jaures ahli pidato terbesar dalam sejarah Perancis. Kesemua perjalanan tokoh besar tadi, menginspirasi Soekarno pada masa-masa selanjutnya.
Di samping, pelajaran-pelajaran yang ia timba semasa sekolah. Karenanya, ia juga paham sejarah Yunani kuno. Ia menyerap sedalam-dalamnya protes atas segala bentuk penindasan. “Persetan dengan penindasan” pekiknya setiap berpidato tanpa pendengar di kamarnya yang gelap. “Hidup Kemerdekaan!” teriak Bung Karno  di kamar tanpa jendela, di kediaman Cokroaminoto.
Begitulah  secuil kisah tentang Cokroaminoto, salah satu tokoh besar Indonesia, sebagai mahaguru pemimpin besar rivolusi. 
di tulis dari berbagai sumber, serta tulisan dari (roso daras)

0 komentar:

Posting Komentar