Jumlah pengunjung

Selamat Datang di BLOG RUMAH BELAJAR PANDAWA

Senin, 01 September 2014

Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), NKRI dan Islam Rahmatan lil Alamin.

Oleh :  Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si
(Dewan Pembina Rumah Belajar Pandawa)

Isu tentang ISIS menjadi headline media akhir-akhir ini. Pemberitaan yang gencar tentang pengiriman kaum jihadis ke Iraq atau Syria dan juga pembaiatan yang dilakukan di beberapa daerah untuk setia kepada ISIS tentu memantik reaksi yang luar biasa besar dari segenap elemen masyarakat.
Darai proses perjalan hidup berbangsa dan bernegara, kita senantiasa tersadar bahwa betapa pentingnya kita mengembangkan keberagamaan menjadi civil religion.
Memodifikasi secara kritis konsep Bellah civil religion itu merupakan pola keberagamaan yang harus mampu menanamkan keimanan yang kukuh bagi para penganutnya sesuai dengan agama yang dianut.
Negara kesatuan republik Indonesia memiliki, Pancasila dengan lima silanya. Inilah gambaran riil tentang civil religion. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan gambaran tentang prinsip utama di dalam civil religion.
Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, demikian pula Sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan perwujudan dari konsep persaudaraan yang didasarkan atas keadilan dan kemanusiaan.
Kemudian Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan atau Perwakilan juga memberikan gambaran bahwa demokrasi sebagai bagian penting dalam prinsip civil religion terkaver di dalamnya. Hanya saja problemnya bahwa cita dan idealitas yang demikian baik terkadang tereduksi oleh tindakan para pelaku, baik rakyat maupun elitnya.
Pada masa Orde Baru yang sesungguhnya memiliki ambisi yang sangat baik untuk menjadikan Pancasila, sebagai pedoman dalam seluruh tindakan masyarakat Indonesia. Namun kenyatannya itu semua tercederai oleh berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme.
Pengalaman sejarah ini tentu harus disikapi secara arif dan bijaksana agar usaha untuk melakukan revitalisasi Pancasila di dalam kehidupan masyarakat tidak mengalami reduksi makna.
Ketika negara-negara barat  melepaskan agama sebagai ideologi negara dan kemudian masuk ke negara liberal yang melepaskan agama dari kehidupan politik kenegaraan, maka ketika Indonesia merdeka diputuskanlah menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara yang dianggap sebagai jalan tengah untuk mendayung di antara negara agama dan negara liberal.
Pancasila memang bukan menegaskan sebagai negara agama dan juga bukan menegaskan sebagai negara liberal, akan tetapi suatu ideologi yang memberikan tempat agama untuk menjadi pedoman bagi kehidupan bernegera dan juga menjadikan negara sebagai tempat untuk menumbuhkembangkan kehidupan beragama.
Melalui Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, maka ditegaskan bahwa negara ini menjadikan poros ketuhanan sebagai titik tolak kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Pilihan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa sebenarnya menjelaskan bahwa negara ini bukanlah negara sekuler yang memisahkan kehidupan negara dan masyarakatnya dari dimensi teologis.
Ketuhanan yang Maha Esa adalah sebuah pengakuan formal negara bahwa negara ini berbasis pada agama. Memang bukan negara agama, akan tetapi agama menjadi substansi di dalam kehidupan kenegaraan dan sosial kemasyarakatan.
Di dalam al-Qur’an kata Daulah tidak disebut secara spesifik dan tidak dimaksudkan sebagai bentuk Negara. Kata dawlah dipakai di dalam sistem pemerintahan barulah pada masa kekhalifahan Bani Muawiyah, Abbasiyah dan seterusnya.
Kala Nabi Muhammad saw memimpin umat Islam dan juga Khulafaur Rasyidun juga tidak menggunakan kata daulah tersebut. Lalu, pada masa sekarang kata Daulah Islamiyah diletakkan dalam konteks Negara Islam.  Sedangkan pemimpinnya disebut sebagai khalifah.
Dasar filosofis seperti ini, yang sering belum dipahami oleh banyak orang sehingga menganggap bahwa masih ada ideologi lain yang ingin diujicobakan di dalam kehidupan bernegara. Salah satunya adalah ideologi agama, seperti hanya konsep Negara islam dengan konsep khilafah islamiyah.
Perlu kita sadari, di dalam proses kehidupan bernegara “tidak ada Negara Islam” sebab Nabi Muhammad saw sendiri tidak menyatakan sebagai Daulah Islamiyah.
Nabi Muhammad SAW memang sebagai pemimpin masyarakat Madinah akan tetapi bukan sebagaimana bayangan orang tentang negara sebagaimana konsepsi modern mengenai negara. Bahkan di dalam Piagam Madinah juga sama sekali tidak disebutkan sebagai perjanjian antara Negara Islam dengan lainnya, akan tetapi adalah perjanjian antar masyarakat sipil untuk saling memahami dan memberi toleransi antara satu dengan yanglain, seperti itulah gambaran Islam Rahmatan lil Alamin benar-benar terbukti.
Negara ini akan tetap menjadi besar dan bersatu manakala seluruh komponen bangsanya menjadikan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Oleh karena itu, menguatkan kembali Pancasila sebagai living ideology sama dengan menegaskan pondasi bangsa dan mengurangi konflik kepentingan.
Wallahu a’lam bi al shawab.



0 komentar:

Posting Komentar