Tidak banyak yang tahu jika Rumah Belajar Pandawa bermula dari
imajinasi lima pemuda tentang bagaimana berperan dalam mendidik generasi
bangsa. Padahal saat itu mereka masih berstatus sebagai mahasiswa yang
disibukan oleh beragam tugas kuliah dan organisasi.
Saat itu pula
pandawa disepakati sebagai nama rumah belajar yang kini di bina oleh
Prof. Dr. H. Nur Syam Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya, Dr. Fatmah Dekan
Fakultas Ekonomi Universitas Muhamadiyah Surabaya, Siti Rumilah, M.Pd
Dosen Bahasa dan Sastra alumnus UNESA, K. H. Sam'un M.Ag dan Dr. Abd.
Halim M.Ag dari Lembaga Pengembangan Dan Penelitian Masyarakat .
Selain
terinspirasi dari tokoh pewayangan yang terdiri dari lima kastria,
Pandawa juga dimaksudkan sebagai akronim dari “Papan Pendidikan
Kawula”. Maknanya adalah sebagai wadah dimana terjadi proses memberi dan
menerima ilmu bagi seluruh masyarakat.
Tahap untuk memilih subyek
dan lokasi awal bagi peserta pendidikan bukan suatu hal yang mudah.
Tersebarnya kantong-kantong kemiskian pada daerah padat penduduk, di
wilayah perkotaan. Membuat Pandawa menetapkan skala proritas untuk
konsentrasi awal.
Maka daerah kumuh dengan keterbelakangan
ekonomi, sosial dan moral menjadi tujuan utama. Sehingga di pilihlah
kampung Lumumba Dalam RT 01 RW 01 Gang Buntu Kelurahan Ngagel Kecamatan
Wonokromo Surabaya, sebagai lokasi babad awal menancapkan obor
pendidikan.
Kini Rumah Belajar Pandawa yang merupakan lembaga non
profit yang dipimpin Prabu Ali Airlangga SHI dan di wakili Awan
Swarga SEI, telah bergeliyat dengan belasan relawan pengajar dan puluhan
peserta didik. Mereka rela bertahan di lokasi pemukiman padat penduduk
dengan kondisi sosialnya minus, karena merupakan tempat prostitusi
illegal, pusat pemulung dan pengamen jalanan.
Alhasil, berbagai
program berupa Taman Pendidikan Rohani, Bimbingan Belajar Terpadu,
Beladiri, Olahraga dan Pendidikan Seni telah berjalan sukses. Bahkan
selain peningkatan prestasi akademik, tiga anak didik Pandawa berhasil
memborong prestasi sebagai juara Deklamasi Puisi Se-Jawa Timur pada Hari
Anak Nasional 2011 lalu. Hal itu setidaknya mempu menjadi penyemangat
dalam upaya perbaikan karakter dan moral demi memutus mata rantai
kesakitan mental.
0 komentar:
Posting Komentar