Jumlah pengunjung

Selamat Datang di BLOG RUMAH BELAJAR PANDAWA

Kamis, 30 Januari 2014

Cerpen Mualaf Putri Cilik

Di sebuah dusun kecil tepatnya di desa Purwo Harjo hidup seorang  gadis  mungil yang cantik Jelita. Dia bernama Nurma Christina Mula Syintia Dewi. Nurma hidup sendiri di gubuk tua semenjak kakeknya KH. Ridlowi meninggal dunia karena sakit. Dia ditinggal oleh kedua orangtuanya semenjak dia berumur 8 tahun. Kedua orang tuanya adalah kaum Kristen sehingga mereka memberi nama Nurma Christina Mula Syintia Dewi. sedangkan kakeknya adalah seorang Ulama di daerahnya.
                Pada saat Nurma berumur 7 tahun, kedua orang tuanya sering meninggalkan dia ke luar kota. Sehingga di rumah dia hanya tinggal berdua dengan kakeknya. Kakek Ridlowi sering sekali mendapat undangan untuk berdakwah diberbagai tempat. Sehingga dia sering mengajak Nurma dalam menyampaikan dakwahya. Dengan seringnya kakek Ridlowi  mengajak Nurma, sehingga Nurma ingin tahu tentang agama.
                Suatu hari terjadi percakapan antara Nurma dan Kakek Ridlowi. “Kek, Islam itu apa? tanya Nurma. “Islam itu adalah agama yang diturunkan oleh Allah sebagai petunjuk manusia di bumi ini nak. Di dalam Negara kita ada lima agama yaitu agama Kristen yang dianut kedua orang tua Nurma, ada agama Islam yang dianut oleh kakek sendiri, selanjutnya ada agama Hindu dan Budha, dan ada lagi satu agama yang baru yaitu agam Khonghucu” jawab kakek Ridlowi. Kalau Nurma agamanya apa kek? sahut Nurma. “Biasanya anak itu mengikuti kedua orang tuanya, tetapi Nurma mempunyai hak untuk memilih agama apa yang akan Nurma anut” balas kakek kembali. “Lalu kenapa kakek dan mama agamanya berbeda?” tanya Nurma lagi. Namun kakek Ridlowi tidak menjawabnya karena tiba – tiba ada salah satu warga yang mengetuk pintu rumahnya untuk meminta bantuan kepada beliau.
                Nurma masih penasaran dengan pertanyaannya yang masih belum sempat di jawab oleh kakeknya. Dan dia keluar rumah untuk melihat – lihat keadaan untuk menghirup udara segar. Di tengah perjalanan dia mendengar suara gaduh di salah satu rumah tetangganya. Karena penasaran dia menghampiri rumah itu untuk mengetahui apa yang terjadi. Ternyata disana ada sekelompok anak – anak yang sedang mengaji. Kemudian dia meninggalkan tempat itu dan pulang karena takut kakeknya bingung mencarinya.
“Dari mana nak??” tanya Kakek Ridlo. “Dari jalan – jalan kek, melihat suasana di luar saat sore hari begini” jawab Nurma. Nurma memang orangnya jarang bermain – main diluar. Dia selalu belajar di rumahnya bersama kakek Ridlo. “Sebentar lagi kakek ada undangan pengajian di desa sebelah, Nurma mau ikut apa tidak?” tanya kakek. “Saya di rumah saja kek!” jawab Nurma. Kakek Ridlo heran karena biasanya Nurma semangat sekali apabila diajak pengajian.
Kakek Ridlo termasuk orang yang hobby membaca. Beliau sering membeli buku – buku bacaan terutama buku yang berhubungan dengan agama. Alasan Nurma menolak ajakan kakeknya karena Nurma ingin mencari jawaban dari pertanyaannya sebelum dia bertanya lagi kepada kakeknya melalui buku – buku koleksi kakeknya. Kemudian Dia mengambil beberapa buku milik kakeknya tanda disadari kakek Ridlo.
Malam telah larut, namun kakek Ridlo belum pulang juga. Karena merasa lelah Nurma tertidur di ruang tamu. Di tengah tidur lelap Nurma, kakek Ridlo tiba dirumah. Beliau mengelus – ngelus dahi Nurma sambil menangis dan berkata “begitu malangnya nasibmu nak yang jauh dari perhatian kedua orang tuamu yang lebih mementingkan pekerjaannya di bandingkan kamu anak semata wayangnya. Semoga kamu diberikan petunjuk yang lurus oleh Allah SWT. Amien”.
Keesokan pagi harinya, Nurma bersiap – siap untuk berangkat ke sekolah. Dia selalu diantar oleh kakek Ridlowi. Dia termasuk cucu yang sangat membanggakannya. Dia bocah yang aktif dan cerdas, tapi sayangnya kurang kasih sayang dari kedua orang tuanya. Tetapi Nurma tidak pernah merasa kurang kasih sayang karena dia memiliki kakek yang begitu tulus mencintai dan menyanginya.
Orang tua Nurma menyekolahkannya di SDK yang ada di Purwo Harjo. Tempatnya lumayan jauh dengan rumahnya. Kakeknya selalu mengantar dan menjemputnya mengunakan sepeda ontelnya yang sudah tua. Terkadang Nurma merasa kasihan dengan kakeknya.
Suatu hari di desa Purwo Harjo sering hujan deras di sertakan angin yang sangat kencang. Sehingga menyebabkan banyak pepohanan yang roboh. Setelah hujan deras berturut – turut, desa itu mengalami Bencana besar yang memakan banyak korban luka, meninggal dan hilang.
Banyak Keluarga yang tinggal di luar kota berdatangan untuk mencari keluarganya salah satunya adalah kedua orang tua Nurma. Namun setelah dievakuasi selama satu minggu ternyata mereka tidak menemukan jasad Nurma dan kakeknya. Menurut kesimpulan Tim evakuasi bahwa hampir 100 % warga desa Purwo Harjo terbawa air yang begitu deras dan di mungkinkan meninggal dunia.
Ternyata saat bencana besar itu terjadi, Nurma bersama kakek Ridlowi sedang berada di sebuah dusun kecil yang tidak jauh dari desa Purwo Harjo yang tidak terkena banjir. Mereka Singgah disana selama 1 bulan karena pada saat itu kakek Ridlowi sedang merawat Sahabat karibnya yang sedang sakit parah. Setelah sahabatnya meninggal dunia Kakek Ridlowi bersama Nurma berniat pulang ke rumahnya. Namun disaat mereka melihat keadaan daerahnya mereka baru menyadari bahwa telah terjadi bencana di desanya yang telah merenggut banyak nyawa.
Mereka kembali ke rumah Sahabatnya yang kecil dan memiliki  satu hektar sawah dengan keadaan sedih. Sebelum sahabat Kakek Ridlowi wafat, dia memang telah mewariskan rumah dan harta yang dia miliki tanpa tersisa sedikitpun kepada kakek Ridlowi. Beliau adalah satu – satunya sahabat yang sangat setia dan perhatian padanya. Mereka pun memutuskan untuk tinggal disana.
Selain sebagai pendakwah, kakek Ridlo memang juga seorang petani di sawah milik tetangganya saat tinggal di desa Purwo Harjo. Jadi beliau sudah terbiasa dalam mengurusi sawah milik sahabatnya itu. Setiap hari Nurma selalu membantu kakeknya mengolah sawah. Semenjak bencana itu terjadi, sekolah Nurma terputus, karena sekolahnya juga rusak terkena banjir.
Usia Nurma semakin dewasa. Kini dia beranjak berumur 9 tahun. “Kakek, kenapa mama dan papa tidak mencari kita ya? Apa benar bahwa mereka lebih sayang pekerjaannya dari pada saya anak semata wayangnya?” ucap Nurma sambil menangis. “Kita tidak boleh bilang seperti itu, mungkin mereka sudah mengira bahwa kita sudah meninggal sayang!!” jawab kakek Ridlo sambil menenangkan cucu kesayangannya itu. “Kek??” panggil Nurma. “ada apa?” kakek menjawab. “Apakah boleh jika saya ikut kakek menganut agama Islam?” tanya Nurma dengan rasa takut. “Kenapa tidak boleh? Islam itu sangat tolerir terhadap umatnya. Islam tidak pernah memaksa manusia untuk menganut agamanya. Kakek senang sekali jika kamu tulus untuk menganut agama Islam!” jawab kakek dengan senyum yang begitu indah.
Kakek pun menuntun Nurma untuk mengucapkan dua kalimat syahadat yang merupakan Rukun Islam yang pertama. Ternyata Nurma sangat lancar sekali mengucapkannya. Kakek Ridlo sangat bahagia sekali dengan keputusan cucunya itu. Dan dia melakukan sujud syukur karena Allah telah mengabulkan harapannya.
“Ini buku kakek!” dengan menyodorkan buku kepada kakek. “Kamu dapat dari mana buku ini?” Tanya si kakek dengan wajah bingung. “Sebelumnya saya minta maaf, buku ini saya ambil di almari Buku kakek 1 tahun yang lalu saat kakek sedang pergi pengajian” jawab Nurma dengan santai. Kemudian kakek Ridlowi langsung memeluk cucunya sambil menangis. Dia merasa seorang pemenang hari ini karena memiliki cucu yang begitu luar biasa.
Nurma selalu melakukan sholat lima waktu dan dia sering sholat Tahajud pada malam hari. Dalam doanya dia selalu meminta untuk tidak dipisahkan dengan kakek yang begitu ia cintai. Disaat dia memanjatkan doanya, Kakek Ridlo selalu mendengarkan dan terharu atas perkataan cucunya.
Nurma tumbuh menjadi remaja yang cantik. Meskipun dia tidak bersekolah, dia selalu membaca buku – buku yang ada di rumah sahabat kakeknya. Sehingga dia tetap berkreasi meskipun tidak ada yang memfasilitasi. Suatu hari kakeknya terjatuh sakit.  Sehingga yang mengurusi sawahnya hanya Nurma. Dia sangat sedih sekali dengan keadaan kakeknya. Setiap melihat kakeknya yang sedang terbaring lemah di tempat tidur dia selalu meneteskan air mata.
Selama 1 tahun kakek Ridlowi menahan sakitnya. Dia tetap semangat untuk hidup karena ada cucunya yang selalu menemani dan merawatnya. Nurma selalu memberi semangat kepada kakeknya meskipun sebenarnya dalam hatinya terasa sesak ingin selalu menangis. “Nak, jaga dirimu baik – baik ya! Kuatkan iman dan keteguhanmu pada agamamu sekarang!” ucap kakek Ridlo dengan suara yang lemah. “Insyaallah kek, kakek cepat sembuh ya? Biar kita bisa bercanda lagi, bisa mengolah sawah bersama – sama lagi dan nurma bisa belajar agama lebih banyak bersama kakek” jawab Nurma dengan sesak. Kakek Ridlo hanya tersenyum padanya. Nurma langsung keluar dari kamar kakeknya dan menangis karena terharu.
Dua hari kemudian Kakek Ridlo dapat berdiri dan berjalan lagi. Tetapi beliau tidak dapat bekerja. Beliau hanya berjalan – jalan di sekitar rumahnya dengan menghirup udara segar yang penuh dengan tumbuhan hijau. Keadaannya lama – kelamaan terasa membaik. Nurma sangat senang dengan perkembangan kesehatan kakeknya.
Di pagi yang begitu cerah tiba – tiba kakek Ridlo mengajak Nurma untuk mengunjungi desanya yang habis terkena banjir. Sesampai disana, ternyata desa itu sudah menjadi sebuah hutan yang begitu lebat pepohonannya. Beliau bersyukur karena dia masih di lindungi dan diberikan kesempatan untuk bersama dengan cucunya. Namun di tengah perjalanan menuju pulang, penyakit kakeknya tiba – tiba kambuh dan di tempat itu juga Kakek Ridlowi meninggalkan Nurma untuk selamanya.  Kini dengan agama barunya, Nurma terus beristiqomah dalam menjalankannya tanpa seorang Kakek dan juga sebagai gurunya itu.


0 komentar:

Posting Komentar