Di sebuah dusun kecil
tepatnya di desa Purwo Harjo hidup seorang
gadis mungil yang cantik Jelita.
Dia bernama Nurma Christina Mula Syintia Dewi. Nurma hidup sendiri di gubuk tua
semenjak kakeknya KH. Ridlowi meninggal dunia karena sakit. Dia ditinggal oleh
kedua orangtuanya semenjak dia berumur 8 tahun. Kedua orang tuanya adalah kaum
Kristen sehingga mereka memberi nama Nurma Christina Mula Syintia Dewi. sedangkan
kakeknya adalah seorang Ulama di daerahnya.
Pada
saat Nurma berumur 7 tahun, kedua orang tuanya sering meninggalkan dia ke luar
kota. Sehingga di rumah dia hanya tinggal berdua dengan kakeknya. Kakek Ridlowi
sering sekali mendapat undangan untuk berdakwah diberbagai tempat. Sehingga dia
sering mengajak Nurma dalam menyampaikan dakwahya. Dengan seringnya kakek
Ridlowi mengajak Nurma, sehingga Nurma
ingin tahu tentang agama.
Suatu
hari terjadi percakapan antara Nurma dan Kakek Ridlowi. “Kek, Islam itu apa? tanya
Nurma. “Islam itu adalah agama yang diturunkan oleh Allah sebagai petunjuk
manusia di bumi ini nak. Di dalam Negara kita ada lima agama yaitu agama
Kristen yang dianut kedua orang tua Nurma, ada agama Islam yang dianut oleh
kakek sendiri, selanjutnya ada agama Hindu dan Budha, dan ada lagi satu agama
yang baru yaitu agam Khonghucu” jawab kakek Ridlowi. Kalau Nurma agamanya apa
kek? sahut Nurma. “Biasanya anak itu mengikuti kedua orang tuanya, tetapi Nurma
mempunyai hak untuk memilih agama apa yang akan Nurma anut” balas kakek
kembali. “Lalu kenapa kakek dan mama agamanya berbeda?” tanya Nurma lagi. Namun
kakek Ridlowi tidak menjawabnya karena tiba – tiba ada salah satu warga yang
mengetuk pintu rumahnya untuk meminta bantuan kepada beliau.
Nurma
masih penasaran dengan pertanyaannya yang masih belum sempat di jawab oleh kakeknya.
Dan dia keluar rumah untuk melihat – lihat keadaan untuk menghirup udara segar.
Di tengah perjalanan dia mendengar suara gaduh di salah satu rumah tetangganya.
Karena penasaran dia menghampiri rumah itu untuk mengetahui apa yang terjadi.
Ternyata disana ada sekelompok anak – anak yang sedang mengaji. Kemudian dia
meninggalkan tempat itu dan pulang karena takut kakeknya bingung mencarinya.
“Dari mana nak??” tanya
Kakek Ridlo. “Dari jalan – jalan kek, melihat suasana di luar saat sore hari
begini” jawab Nurma. Nurma memang orangnya jarang bermain – main diluar. Dia
selalu belajar di rumahnya bersama kakek Ridlo. “Sebentar lagi kakek ada
undangan pengajian di desa sebelah, Nurma mau ikut apa tidak?” tanya kakek.
“Saya di rumah saja kek!” jawab Nurma. Kakek Ridlo heran karena biasanya Nurma
semangat sekali apabila diajak pengajian.
Kakek Ridlo termasuk
orang yang hobby membaca. Beliau sering membeli buku – buku bacaan terutama
buku yang berhubungan dengan agama. Alasan Nurma menolak ajakan kakeknya karena
Nurma ingin mencari jawaban dari pertanyaannya sebelum dia bertanya lagi kepada
kakeknya melalui buku – buku koleksi kakeknya. Kemudian Dia mengambil beberapa
buku milik kakeknya tanda disadari kakek Ridlo.
Malam telah larut,
namun kakek Ridlo belum pulang juga. Karena merasa lelah Nurma tertidur di
ruang tamu. Di tengah tidur lelap Nurma, kakek Ridlo tiba dirumah. Beliau
mengelus – ngelus dahi Nurma sambil menangis dan berkata “begitu malangnya
nasibmu nak yang jauh dari perhatian kedua orang tuamu yang lebih mementingkan
pekerjaannya di bandingkan kamu anak semata wayangnya. Semoga kamu diberikan
petunjuk yang lurus oleh Allah SWT. Amien”.
Keesokan pagi harinya,
Nurma bersiap – siap untuk berangkat ke sekolah. Dia selalu diantar oleh kakek Ridlowi.
Dia termasuk cucu yang sangat membanggakannya. Dia bocah yang aktif dan cerdas,
tapi sayangnya kurang kasih sayang dari kedua orang tuanya. Tetapi Nurma tidak
pernah merasa kurang kasih sayang karena dia memiliki kakek yang begitu tulus
mencintai dan menyanginya.
Orang tua Nurma
menyekolahkannya di SDK yang ada di Purwo Harjo. Tempatnya lumayan jauh dengan
rumahnya. Kakeknya selalu mengantar dan menjemputnya mengunakan sepeda ontelnya
yang sudah tua. Terkadang Nurma merasa kasihan dengan kakeknya.
Suatu hari di desa
Purwo Harjo sering hujan deras di sertakan angin yang sangat kencang. Sehingga
menyebabkan banyak pepohanan yang roboh. Setelah hujan deras berturut – turut,
desa itu mengalami Bencana besar yang memakan banyak korban luka, meninggal dan
hilang.
Banyak Keluarga yang
tinggal di luar kota berdatangan untuk mencari keluarganya salah satunya adalah
kedua orang tua Nurma. Namun setelah dievakuasi selama satu minggu ternyata
mereka tidak menemukan jasad Nurma dan kakeknya. Menurut kesimpulan Tim
evakuasi bahwa hampir 100 % warga desa Purwo Harjo terbawa air yang begitu
deras dan di mungkinkan meninggal dunia.
Ternyata saat bencana
besar itu terjadi, Nurma bersama kakek Ridlowi sedang berada di sebuah dusun
kecil yang tidak jauh dari desa Purwo Harjo yang tidak terkena banjir. Mereka Singgah
disana selama 1 bulan karena pada saat itu kakek Ridlowi sedang merawat Sahabat
karibnya yang sedang sakit parah. Setelah sahabatnya meninggal dunia Kakek
Ridlowi bersama Nurma berniat pulang ke rumahnya. Namun disaat mereka melihat
keadaan daerahnya mereka baru menyadari bahwa telah terjadi bencana di desanya
yang telah merenggut banyak nyawa.
Mereka kembali ke rumah
Sahabatnya yang kecil dan memiliki satu hektar
sawah dengan keadaan sedih. Sebelum sahabat Kakek Ridlowi wafat, dia memang
telah mewariskan rumah dan harta yang dia miliki tanpa tersisa sedikitpun
kepada kakek Ridlowi. Beliau adalah satu – satunya sahabat yang sangat setia
dan perhatian padanya. Mereka pun memutuskan untuk tinggal disana.
Selain sebagai pendakwah,
kakek Ridlo memang juga seorang petani di sawah milik tetangganya saat tinggal
di desa Purwo Harjo. Jadi beliau sudah terbiasa dalam mengurusi sawah milik
sahabatnya itu. Setiap hari Nurma selalu membantu kakeknya mengolah sawah.
Semenjak bencana itu terjadi, sekolah Nurma terputus, karena sekolahnya juga
rusak terkena banjir.
Usia Nurma semakin
dewasa. Kini dia beranjak berumur 9 tahun. “Kakek, kenapa mama dan papa tidak
mencari kita ya? Apa benar bahwa mereka lebih sayang pekerjaannya dari pada
saya anak semata wayangnya?” ucap Nurma sambil menangis. “Kita tidak boleh
bilang seperti itu, mungkin mereka sudah mengira bahwa kita sudah meninggal sayang!!”
jawab kakek Ridlo sambil menenangkan cucu kesayangannya itu. “Kek??” panggil
Nurma. “ada apa?” kakek menjawab. “Apakah boleh jika saya ikut kakek menganut
agama Islam?” tanya Nurma dengan rasa takut. “Kenapa tidak boleh? Islam itu
sangat tolerir terhadap umatnya. Islam tidak pernah memaksa manusia untuk
menganut agamanya. Kakek senang sekali jika kamu tulus untuk menganut agama
Islam!” jawab kakek dengan senyum yang begitu indah.
Kakek pun menuntun
Nurma untuk mengucapkan dua kalimat syahadat yang merupakan Rukun Islam yang
pertama. Ternyata Nurma sangat lancar sekali mengucapkannya. Kakek Ridlo sangat
bahagia sekali dengan keputusan cucunya itu. Dan dia melakukan sujud syukur
karena Allah telah mengabulkan harapannya.
“Ini buku kakek!”
dengan menyodorkan buku kepada kakek. “Kamu dapat dari mana buku ini?” Tanya si
kakek dengan wajah bingung. “Sebelumnya saya minta maaf, buku ini saya ambil di
almari Buku kakek 1 tahun yang lalu saat kakek sedang pergi pengajian” jawab
Nurma dengan santai. Kemudian kakek Ridlowi langsung memeluk cucunya sambil
menangis. Dia merasa seorang pemenang hari ini karena memiliki cucu yang begitu
luar biasa.
Nurma selalu melakukan
sholat lima waktu dan dia sering sholat Tahajud pada malam hari. Dalam doanya
dia selalu meminta untuk tidak dipisahkan dengan kakek yang begitu ia cintai.
Disaat dia memanjatkan doanya, Kakek Ridlo selalu mendengarkan dan terharu atas
perkataan cucunya.
Nurma tumbuh menjadi
remaja yang cantik. Meskipun dia tidak bersekolah, dia selalu membaca buku –
buku yang ada di rumah sahabat kakeknya. Sehingga dia tetap berkreasi meskipun
tidak ada yang memfasilitasi. Suatu hari kakeknya terjatuh sakit. Sehingga yang mengurusi sawahnya hanya Nurma.
Dia sangat sedih sekali dengan keadaan kakeknya. Setiap melihat kakeknya yang
sedang terbaring lemah di tempat tidur dia selalu meneteskan air mata.
Selama 1 tahun kakek Ridlowi
menahan sakitnya. Dia tetap semangat untuk hidup karena ada cucunya yang selalu
menemani dan merawatnya. Nurma selalu memberi semangat kepada kakeknya meskipun
sebenarnya dalam hatinya terasa sesak ingin selalu menangis. “Nak, jaga dirimu
baik – baik ya! Kuatkan iman dan keteguhanmu pada agamamu sekarang!” ucap kakek
Ridlo dengan suara yang lemah. “Insyaallah kek, kakek cepat sembuh ya? Biar
kita bisa bercanda lagi, bisa mengolah sawah bersama – sama lagi dan nurma bisa
belajar agama lebih banyak bersama kakek” jawab Nurma dengan sesak. Kakek Ridlo
hanya tersenyum padanya. Nurma langsung keluar dari kamar kakeknya dan menangis
karena terharu.
Dua hari kemudian Kakek
Ridlo dapat berdiri dan berjalan lagi. Tetapi beliau tidak dapat bekerja. Beliau
hanya berjalan – jalan di sekitar rumahnya dengan menghirup udara segar yang
penuh dengan tumbuhan hijau. Keadaannya lama – kelamaan terasa membaik. Nurma
sangat senang dengan perkembangan kesehatan kakeknya.
Di pagi yang begitu
cerah tiba – tiba kakek Ridlo mengajak Nurma untuk mengunjungi desanya yang
habis terkena banjir. Sesampai disana, ternyata desa itu sudah menjadi sebuah
hutan yang begitu lebat pepohonannya. Beliau bersyukur karena dia masih di
lindungi dan diberikan kesempatan untuk bersama dengan cucunya. Namun di tengah
perjalanan menuju pulang, penyakit kakeknya tiba – tiba kambuh dan di tempat
itu juga Kakek Ridlowi meninggalkan Nurma untuk selamanya. Kini dengan agama barunya, Nurma terus
beristiqomah dalam menjalankannya tanpa seorang Kakek dan juga sebagai gurunya
itu.
0 komentar:
Posting Komentar