Jumlah pengunjung

Selamat Datang di BLOG RUMAH BELAJAR PANDAWA

Kamis, 30 Januari 2014

Pancasila as the civil religion, Falsafah Hidup Berbangsa dan Bernegara.*


oleh :  Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si
(Dewan Pembina Rumah Belajar Pandawa)


Demokratisasi seringkali memunculkan suasana konfliktual antara masyarakat, agama dan negara. Indonesia sebagai negara yang menggunakan pilar agama sebagai sala satu landasan perjuangan dan cita-cita bangsa.  Sebagaimana tertuang di dalam pembukaan UUD 45 yaitu ”atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa”, maka sesungguhnya agama dan negara memiliki relasi dalam coraknya yang simbiosis. Tujuannya tak lain untuk melindungi dan menjamin warga negara dapat menjalankan ibadah agamanya dengan baik.
Salah satu pilar utama yang patut untuk dijunjung tinggi dalam kehidupan berbangsa dan beragama adalah, ”setiap agama telah memiliki batas-batas koridor masing-masing, sehingga apabila dalam perkembangannya setiap agama yang keluar dari koridor itu, akan membawa keresahan dalam masyarakat agamanya, untuk itulah pemerintah bertugas menata dan menyeimbangkan kembali”.
Revitalisasi Pancasila sebagai civil religion memang menjadi keniscayaan. Bangsa Indonesia mengajui Agama formal dalam berbagai namanya (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu).
Masyarakat sebagai subyek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak berkebaratan untuk menjadikan Pancasia sebagai agama sipil, dalam pengertian menjadi perekat dari semua elemen bangsa. Untuk itu perlunya “agama umum” sebagai dasar integrasi bangsa, yaitu suatu “agama rakyat” yang sifatnya umum dan terbuka, yang kelak dinamakan “agama sipil.”
Agama sipil yang dimaksud adalah suatu simbol hubungan antara warganegara dengan waktu dan tempat serta sejarah bangsa tersebut di bawah pengertian ultimate reality. Dari sinilah agama sipil dibawa ke dalam masyarakat menjadi “pandangan hidup berbangsa dan bernegara yang pluralistik.” Suatu filsafat hidup yang mengayomi semua warganegara yang berbeda secara etnis dan agama.
Jadi agama sipil adalah suatu gaya hidup berbangsa yang majemuk dalam agama dan menghisap semua agama formal yang ada. Jika kita punya jiwa nasionalis (sosio nasionalis), serta turut serta memikirkan nasip bangsa ini (sosio demokratis), maka marilah kita berkomitmen terhadap nilai-nilai teologis yang kita yakini (ketuhanan yang maha esa) maka harapan menjadikan pancasila sebagai pandangan hidub berbangsa dan bernegara akan terwujud.
 Pancasila dengan lima silanya adalah gambaran riil tentang civil religion. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan gambaran tentang prinsip utama di dalam civil religion. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan harapan kita semua.  Begitu juga dengan Sila persatuan Indonesia, yang menjadi tanggung jawab seluruh rakyat.
Indonesia merupakan perwujudan dari konsep persaudaraan yang didasarkan atas keadilan dan kemanusiaan. Kemudian Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan juga memberikan gambaran bahwa demokrasi sebagai bagian penting dalam prinsip civil religion terkover di dalamnya.
Ketuhanan yang Maha Esa adalah sebuah pengakuan formal negara bahwa negara ini berbasis pada agama. Memang bukan negara agama, akan tetapi agama menjadi substansi di dalam kehidupan kenegaraan dan sosial kemasyarakatan. Dasar filosofis seperti ini, yang sering belum dipahami oleh banyak orang sehingga menganggap bahwa masih ada ideologi lain yang ingin diuji cobakan di dalam kehidupan bernegara. Salah satunya adalah ideologi agama.
Melalui kembalinya kesadaran untuk memantapkan Pancasila sebagai ideologi negara bangsa, maka sesungguhnya ada harapan baru di tengah pertarungan ideologi yang terus berkembang di seantero dunia, termasuk di Indonesia.
Negara ini akan tetap menjadi besar dan bersatu manakala seluruh komponen bangsanya menjadikan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Oleh karena itu, menguatkan kembali Pancasila sebagai living ideology sama dengan menegaskan pondasi bangsa dan mengurangi konflik kepentingan.
Wallahu a’lam bi al shawab.

0 komentar:

Posting Komentar