Jumlah pengunjung

Selamat Datang di BLOG RUMAH BELAJAR PANDAWA

Rabu, 03 April 2013

Mengais Rejeki Ke Pulau Dewata

  (Aksi pekerja Seni Topeng Moyet. Usaha kersa Haris dan Putra saat menghibur para demawan,  demi mengaisrecehan rupiah untuk membeli sesuap nasi, mereka terpaksa putus sekolah dan pergi kepulau Dewata Bali)


            Pulau bali, pulau dewata nan indah sebagai perpaduan dari pesona alam yang menawan dan keelokan budaya yang eksotik. Pantai  Kuta, Sanur, Uluwatu, Tanah Lot dan nuansa pegunungan adalah anugerah tuhan yang menjadi sebagian keindahan alam yang mempesona di bali. Dan keindahan alampun menjadi rangkaian inspirasi para seniman bali semisal tarian pendet, leak, seni pahat dan lukisan. Berpadu pula dengan budaya yang terpelihara sejak berarabad-abad silam. Oleh karenanya tidak salah jika bali menjadi  rujukan utama wisata Indonesia bahkan dunia.
            Jika sebagian masyarakat berkunjung ke bali untuk menimati segala eksotika yang disajikan oleh pulau dewata tersebut, namun tidak bagi  dua anak laki-laki yang pernah menjadi murid rumah belajar pandawa. Sebut saja mereka putra dan haris. Mereka bersama dua teman lainnya pergi ke pulau dewata untuk mengais rezeki dari lalu lalang orang yang dengan perasaan riang datang ke bali bersama bekal limpahan rupiah di kantong.
            “saya di sana kerja jadi pengamen” tutur putra yang masih berumur 17 tahun, seperti di Surabaya, kami ngemen kethekan (topeng monyet, red)” tambah haris yang umurnya satu tahun lebih muda. Mereka kemudian menuturkan bagaimana mereka berangkat menuju pulau dewata menumpang bis  dengan uang yang minim.
            Karena keterbatasan tersebut Mereka tidak langsung menumpang bis jurusan bali. Mereka berhenti di beberapa kota untuk  menampilkan seni topeng monyetnya guna mengumpulkan lebih banyak rupiah guna menambah ongkos menuju pulau dewata selain itu juga menyambung hidup selama perjalanan. “kalo gak gitu kami ndak bisa makan” terang putra mengiba. Ia juga menambahkan bahwa dengan begitu perjalanan memakan waktu berkali-kali lipat jika disbanding dengan perjalanan pariwisata biasa.

Bali Menyambut

            Setelah menempuh perjalanan selama lebih dari seminggu dan menyeberangi pelabuhan ketapang ke gilimanuk, akhirnya mereka tiba  di pulau dewata. Ditengah pemandangan yang elok dengan gunung berparas hijau berpadu laut berselimut biru bukan berarti perjalanan telah berakhir, karena artinya mereka harus memulai permaianan permulaan di pulau bali.
            Disanalah pertunjukan yang sebenarnya hadir untuk dipamerkan diantara hiruk pikuk glamournya pariwisata. Jika hampir seluruh anak seusia mereka datang ke bali untuk menikmati santainya liburan demi membebaskan fikiran mereka dari beban di rumah. Mereka justru menampilkan atraksi topeng monyet dari rumah ke rumah, mereka juga membidik pusat keramaian. Dan seperti biasa mereka menghapus kata rasa malu dari perbendaharaan kata mereka.  Dengan percaya diri mereka beraksi bersama monyet yang telah terlatih itu hingga rupiah demi rupiah terkumpul. “kami main di depan para turis lokal, berharap mereka memberi lebih dibanding di perkampungan” Jelas haris menggambarkan keadaan di sana. Dari hasil pertunjukan topeng monyet ia kumpulkan kemudian dibagikan secara rata pada tiap personel yang terdiri empat anak tersebut.
 
Hidup Yang Berat

            “ya kami kumpulkan uangnya untuk dibawa pulang kan ayah saya lagi sakit”. Terang putra ketika disinggung kemana hasil yang turkumpul. Memang putra sejak kecil tinggal hanya bersama ayah dan kakaknya. Sementara ibunya merantau menjadi Tenaga Kerja Wanita di Arab Saudi . Namun hampir setahun ini ibunya  tidak bekerja karena sedang sakit.
            Lebih malang lagi setahun lalu ayah putra juga tertimpa musibah kecelakaan yang melibatkan mobil taksi yang dikemudikannya dengan truk  di jalan tol jagorawi, akibatnya kaki ayahnya patah dan sampai saat ini belum juga sembuh. Bahkan kini ia harus intensif dirawat dirumah sakit.
            Praktis mulai saat itu tidak ada tulang punggung keluarga yang menghidupi kakak dan dia.  Sementara disaat yang sama ia berjuang menghadapi kelulusan SMP. Paska kelulusanpun ia kelimpungan karena biaya masuk SMA swasta sangat tinggi. Apalagi tak lama berselang kakaknya ditangkap oleh polisi karena terlibat kasus penyalahgunaan narkoba. sebagai pengedar ia di ancam hukuman 4 tahun penjara.
            Himpitan ekonomi memang sering kali membuat manusia gelap mata, apalagi didukung lingkungan tempat mereka tinggal yang terbilang minus. Sehingga dengan mudah pergaulan kelam menenggelamkan mereka dalam pekatnya dunia hitam. Bahkan saking depresinya putra mengaku sempat pernah menjadi pengguna narkoba. Menurut dia diawal pengenalannya dengan narkoba ia sempat mampu merasa rileks dan nyaman. Namun  semakin lama ia semakin ketagihan bahkan dosis yang ia butuhkan agar sampai pada titik nyaman semakin tinggi.
            Apalagi jika awalnya ia mendapat secara cuma-cuma namun saat kebutuhan obat makin tinggi  ia harus membayar dengan harga mahal. Dengan mahalnya harga yang harus ia bayar ia makin giat ngamen topeng monyet sampai akhirnya ia putus sekolah karenanya. Masa muda yang cerah akhirnya terkorban demi kenikmatan sesaat yang menyesaatkan.[]awan, al

0 komentar:

Posting Komentar